EKSISTENSI DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI WILAYAH TURKI-UTSMANI
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah SPI II
Disusun oleh :
Kelompok 2
Janzani Nasri A (11550100)
M. Sani Saaddudin (11550100)
Muhammad Irham (11550100)
Moch. Fajarudin Maskuri (11550100)
Moh. Ismail (11550100)
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS
ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN
GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
M/1437 H
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sejak
mundur dan berakhirnya era Abbasiyah, keadaan politik umat Islam mengalami masa
suram. Kemajuan di Dunia Islam kembali terwujud berkat tiga kerajaan besar,
atau yang disebut Gunpowder Empires oleh Hodgson: Kesultanan Utsmaniyah
di Turki, Safawi di Persia, dan Mughal di India. Dari ketiganya, Turki-Utsmani atau Ottoman
Empire adalah yang terbesar dan terlama. Dengan wilayahnya yang luas
membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, Balkan, Anatolia, hingga Irak ;
dengan menyimpan keberagaman bangsa, bahasa, budaya dan agama, Turki-Utsmani
mampu berkuasa selama kurang lebih 6 abad berturut-turut. Tentunya hal ini
tergolong luar biasa.
Kesultanan lintas benua ini didirikan oleh
orang-orang Turki dibawah pimpinan Utsman bin Ertugrul pada 1299 M. Seiring
penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad II pada tahun 1453 M, negara ini
menjadi kekuatan yang disegani di Barat dan Timur.
Sepanjang Abad ke-16 dan 17, tepatnya pada
masa pemerintahan Sulaiman I, Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu negara
terkuat di dunia, sebuah imperium multibangsa dan multibahasa yang mengendalikan
sebagian besar Eropa Tenggara, Jazirah Arab, Kaukasus, Afrika Utara, dan Irak. Tentunya
hal ini tergolong sangat luar biasa.
Walaupun sangat sering mengurusi militer
dan peperangan-peperangan, para Sultan Turki-Utsmani ternyata tetap
memperhatikan perkembangan seni, seperti terlihat di bidang arsitektur, seni
lukis, dan sastra.
Ekonomi berkembang pesat di masa
Turki-Utsmani. Begitu juga agama Islam, apalagi bidang Tasawuf, terjadi
pertumbuhan signifikan. Para pejabat dan tentara biasanya bergabung pada satu
tarekat tertentu, seperti Naqsybandiyah atau Bektasyiyah, atau lebih.
Sepertinya
hanya dunia intelektual yang terdengar sepi. Sains di Dunia Islam memang
menurun drastis pasca kehancuran Baghdad di tangan Bangsa Mongol pada tahun
1258. Tetapi ini bukan berarti sains mati di masa Turki-Utsmani.
Kemajuan-kemajuan
yang dicapai tentunya tidak bisa dilepaskan dari faktor keistimewaan Bangsa
Turki itu sendiri. Semangat jihad dan dakwah yang membara menjadi resep andalan
mereka.
1.2 Rumusan Masalah
A.
Bagaimana proses pembentukan
Kesultanan Turki-Utsmani?
B.
Bagaimana perkembangan
pemerintahan dan militer di masa Turki-Utsmani?
C.
Bagaimana perkembangan seni
di masa Turki-Utsmani?
D.
Bagaimana perkembangan intelektual
di masa Turki-Usmani?
E.
Bagaimana perkembangan tasawuf
di masa Turki-Utsmani?
F.
Apa penyebab kemajuan
Kesultanan Turki-Utsmani?
1.3 Tujuan
A.
Memahami proses pembentukan
Kesultanan Turki-Utsmani.
B.
Memahami perkembangan
pemerintahan dan militer di masa Turki-Utsmani.
C.
Memahami perkembangan seni di masa Turki-Utsmani.
D.
Memahami perkembangan intelektual di masa
Turki-Usmani.
E.
Memahami perkembangan tasawuf di masa
Turki-Utsmani.
F.
Mengetahui penyebab kemajuan Kesultanan
Turki-Utsmani.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Pembentukan Kesultanan Turki-Utsmani
Seiring
dengan kejatuhan Kesultanan Saljuk Romawi, Asia Kecil atau Anatolia terpecah
menjadi negeri-negeri independen kecil atau Beylik. Memasuki Abad ke-14,
Kerajaan Byzantium harus merelakan banyak wilayahnya di Anatolia jatuh ke
tangan orang-orang Turki.
Kesultanan
Utsmaniyah atau Devlet-i Aliyye-yi Osmaniyye, kadang ditulis Kesultanan
Ottoman atau Turki-Usmani, dinisbatkan pada nama Utsman bin Ertugrul yang lahir
pada tahun 1258 M.[1]
kesultanan ini dibangun oleh bangsa Turki dari Kabilah Oghus, yang mendiami daerah
utara Cina, kemudian pindah ke Turkistan, lalu ke tanah Persia sekitar abad
ke-9 dan 10 M.
Sekitar
Abad ke-13 M, Ertugrul bersama kabilahnya pergi ke Anatolia yang saat itu
berada dibawah kekuasaan Sultan Alaudin II. Ertugrul membantunya melawan
serangan dari Byzantium. Ertugrul menang dan Alauddin memberinya kuasa atas
sebagian wilayah di Anatolia yang berbatasan dengan Byzantium.
Ertugrul
meninggal dunia pada tahun 1289 M. kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya
yang bernama Utsman (1281-1324 M), atas persetujuan Alauddin. Pada tahun 1300,
bangsa Mongol Menyerang Kerajaan Alauddin, dan wilayahnya terpecah-pecah menjadi
beberapa dinasti kecil. Ditengah kondisi inilah, Utsman mengklaim kemerdekaan
secara penuh atas wilayah yang didudukinya, sekaligus memproklamirkan
berdirinya Kerajaan Turki-Usmani, dengan ibukota Dorylaeum (kini Yenisehir).
Setelah
Utsman menyatakan dirinya sebagai raja pada tahun 699 H/1299 M, secara bertahap
ia memperluas wilayahnya. Penyerangan awal dilakukan di sekitar daerah
perbatasan Byzantium. Pada tahun 1317 M, wilayah Bursa dapat dikuasai. Pada tahun
1324 M Utsman bin Ertugrul meninggal dunia dan dimakamkan di Bursa, kota yang
di kemudian hari menjadi pemakaman keluarga Utsmani.[2]
2.2 Perkembangan Pemerintahan
dan Militer di Masa Kesultanan Turki-Utsmani
Diakhir
hidupnya, Utsman menunjuk Orhan atau Orhan I, anak yang lebih muda dari kedua
putranya sebagai pemimpin kerajaan selanjutnya. Sebelumnya, Orhan I telah
banyak membantu perjuangan ayahnya. Program Orhan I setelah penobatannya menjadi
raja pada tahun 1324 M ialah pemindahan ibukota kerajaan ke Bursa, lalu penaklukan
kota Nicea (kini Iznik) dan Nikomedia. Nicea menyerah pada tahun 1327 M dan Nikomedia
takluk pada tahun 1338 M.
Orhan
I membentuk satuan tentara elit yang diberi nama Inkisyariyah atau
Yanisari. Yanisari adalah salah balatentara infantri paling terlatih, yang
merupakan inti pasukan.[3] Di
zaman inilah untuk pertama kalinya dipergunakan senjata meriam bermesiu.
Pengganti
Sultan Orhan I, pada tahun 1359 M, adalah Sultan Murad I. Selain memantapkan
keamanan di dalam negerinya, Murad juga meneruskan perjuangan para pendahulunya
dengan menaklukan beberapa daerah di Benua Eropa. Ia menaklukan Adrianopel
(kini Edirne), yang kemudian dijadikan sebagai ibukota kerajaan setelah 1366 M,
dengan pasukan berkuda. Ia kemudian menaklukan Makedonia, Bulgaria, dan bagian
utara Yunani.
Karena
banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Murad I, pada waktu itu bangsa Eropa
mulai cemas. Akhirnya raja-raja Kristen Balkan meminta bantuan Paus untuk
mengusir kaum muslimin dari daratan Eropa. Maka terjadilah peperangan antara
pasukan Turki-Islam dan Kristen-Eropa pada tahun 1362 M. Peperangan itu
dimenangkan oleh pasukan Murad I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat Islam.
Selanjutnya pasukan Murad I dengan pelan tapi pasti menguasai Eropa Tenggara.
Sultan
Bayazid I, yang memerintah antara 1389-1403 M, adalah putra dari Murad I. Penaklukan
Kosovo pada 1389 M, yang merenggut nyawa Murad I, menghilangkan pengaruh Serbia
di Balkan. Bayazid juga berhasil menghalau gempuran Pasukan Salib dalam Perang
Nikopolis, pada 1396 M.
Namun
pada peperangan melawan Timur Lenk di Ankara, Bayazid mengalami kekalahan. Ia
bersama putranya Musa tertawan hingga wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun
1403 M.
Kekalahan
Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turki-Usmani, sehingga
penguasa-penguasa Anatolia satu persatu melepaskan diri. Hal ini menyebabkan
perang saudara diantara anak-anak Bayazid antara 1402 hingga 1413 M. Perang
saudara terhenti setelah Muhammad I menyatakan diri sebagai sultan dan
mengembalikan kekuatan Dinasti Turki-Usmani, yaitu dengan menyusun
pemerintahan, memperkuat tentara dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Muhammad
I berhasil menyerang Serbia dan Qaraman.[4] Setelah
memerintah dengan penuh kebijaksaan, pada tahun 824 H (1421 M) Sultan Muhammad
I meninggal.
Sepeninggal
Sultan Muhammad I, pemerintahan diambil alih oleh Sultan Murad II, masa yang
penuh pemberontakan. Cita-cita Murad adalah melanjutkan usaha perjuangan
Muhammad I, dibantu putranya yang bernama Muhammad juga. Muhammad inilah yang
mewarisi tahta Murad II pada tahun 1451 M.
Muhammad
II mendapat gelar al-Fatih setelah menaklukan Konstantinopel, yang
kemudian berganti nama menjadi Islambol (kini Istanbul), pada tahun 1453 M. Peristiwa
ini mengukuhkan status Kesultanan Utsmaniyah sebagai kekuatan besar di Eropa Tenggara
sekaligus Mediterania Timur. Sultan Muhammad II wafat pada 3 Mei 1481 di
Otranto, Italia.
Pada
masa putra Sultan al-Fatih, Bayazid II, penaklukan dalam skala besar terhenti.[5]
lebih cendurung berdamai dengan musuh dan mementingkan kehidupan tasawuf, sehingga
mengundurkan diri pada 1512 M. Maka ia pun digantikan oleh putranya Sultan
Salim I yang mempunyai kecakapan dalam memerintah dan ahli dalam strategi
perang. Sultan Salim I menggerakkan pasukannya ke Iraq sehingga berhasil memukul
mundur pasukan Syah Ismail dari Dinasti Safawiyah dalam Perang Chaldiran pada
1514 M. Salim I bersama pasukannya kemudian menaklukan Mesir, dan membentuk
kekuatan angkatan laut di Laut Merah. Semenjak penaklukan ini, para sultan
Turki-Usmani juga menjabat khalifah, dengan Sultan Salim I sebagai khalifah
pertama. Semenjak masa Salim juga Kesultanan Utsmaniyah terlibat persaingan
dengan Portugis dalam urusan perdagangan di Samudera Hindia.
Masa
kejayaan Kesultanan Utsmaniyah berlangsung ketika pemerintahan pewaris Salim I,
Sultan Sulaiman I (1520-1566 M). Pasukan Sulaiman menduduki Belgrade (kini
Beograd) pada 1521, kemudian menyerang Wina pada 1529, tetapi gagal karena
musim dingin. Di tahun 1532 ia kembali menyerang Wina, tetapi hasilnya tetap
sama. Selama rezim Sulaiman, Wallachia, Transylvania, Kepulauan Rhodes, dan
Moldova berada dibawah kuasa Turki-Usmani. Di sebelah timur, tentara
Turki-Usmani merebut Baghdad dari Safawiyah pada tahun 1535 M, menguasai
Mesopotamia, dan mendapatkan akses ke Teluk Persia. Pada tahun 1536 M, Sulaiman
I dan Raja Francis I dari Prancis membentuk aliansi.[6]
Pada
tahun 1559, setelah berperang melawan Portugis, Kesultanan Utsmaniyah
menganeksasi Kesultanan Adal yang lemah ke dalam wilayahnya. Ekspansi ini
mengawali pemerintahan Turki-Usmani di Somalia dan Tanduk Afrika.
Sultan
Sulaiman digelari al-Qanuni karena jasanya dalam mengkaji dan menyusun
kembali sistem undang-undang Kesultanan Utsmaniyah dan pelaksanaannya secara
teratur serta tanpa kompromi menurut keadaan masyarakat di wilayah Turki-Utsmani
yang saat itu mempunyai latar belakang agama dan sosial-budaya yang
berbeda-beda.[7]
Pergaulan antar bangsa yang mendiami wilayah Turki-Utsmani menimbulkan sempat
beberapa konflik kecil yang dapat kapanpun membesar. Hal ini menyebabkan
Sulaiman I menyusun dan mengkaji budaya masyarakat Turki-Utsmani yang berasal
dari Eropa, Persia, Afrika, Kurdi, dan Arab untuk disesuaikan dengan syariat
Islam. Sulaiman adalah seorang Sultan yang saleh, ia mewajibkan rakyat muslim untuk
salat lima waktu dan berpuasa di bulan Ramadhan. Sulaiman juga berhasil
menerjemahkan al-Qur’an ke dalam Bahasa Turki.
Struktur
militer dan birokrasi yang efektif pada masa-masa awal terancam hancur ketika
sultan-sultan sepeninggal Sultan Sulaiman I tidak tegas memimpin. Sulaiman
I juga merupakan sultan terakhir yang
memimpin pasukan secara langsung di medan perang.[8] Kesultanan
Utsmaniyah perlahan dikalahkan bangsa Eropa dari segi teknologi militer karena
budaya inovasi yang tumbuh subur di Eropa. Meski mengalami kesulitan, kesultanan
ini tetap menjadi kekuatan ekspansionis besar sampai Pertempuran Wina tahun
1683 M yang menandakan akhir ekspansi Utsmaniyah ke Eropa. Penemuan rute dagang
laut baru oleh negara-negara Eropa Barat memungkinkan mereka menghindari
monopoli dagang Turki-Utsmani.
Kesultanan
Utsmaniyah mengalami jatuh-bangun yang dimulai dari berdirinya pada tahun 1299
dan berakhir dengan kudeta pada tahun 1922. Adapun masa kebangkitan sampai
keruntuhan Turki-Usmani dapat dibagi menjadi 5 periode:
1.
Periode kebangkitan
(1299–1453 M)
2.
Periode perkembangan dan
masa keemasan (1453–1683 M)
3. Periode stagnasi dan
banyaknya pemberontakan (1683–1827 M)
4. Periode kemunduran
dan modernisasi (1828–1908 M)
Daftar sultan-sultan
Utsmaniyah:
Nomor
|
Nama
|
Periode
|
1
|
Sultan Gazi Utsman I
|
1299-1324 M
|
2
|
Sultan Gazi Orhan I
|
1324-1359 M
|
3
|
Sultan Hüdavendigar Murad I
|
1359-1389 M
|
4
|
Sultan Yıldırım
Bayazid I
|
1389-1403 M
|
5
|
Sultan Muhammad I
|
1413-1421 M
|
6
|
Sultan Koca Murad II
|
1421-1444 M
|
7
|
Sultan Muhammad II
|
1444-1446 M
|
6
|
Sultan Koca Murad II
|
1446-1451 M
|
7
|
Sultan al-Fatih
Muhammad II
|
1451-1481 M
|
8
|
Sultan Veli Bayazid
II
|
1481-1521 M
|
9
|
Sultan Yavuz Salim I
|
1521-1520 M
|
10
|
Sultan al-Qanuni
Sulaiman I
|
1520-1566 M
|
11
|
Sultan Sari Salim II
|
1566-1574 M
|
12
|
Sultan Murad III
|
1574-1595 M
|
13
|
Sultan Muhammad III
|
1595-1603 M
|
14
|
Sultan Bakhti Ahmad I
|
1603-1617 M
|
15
|
Sultan Deli Mustafa I
|
1617-1623 M
|
16
|
Sultan Genç Utsman II
|
1617-1622 M
|
15
|
Sultan Deli Mustafa I
|
1622-1623 M
|
17
|
Sultan Murad IV
|
1623-1640 M
|
18
|
Sultan Ibrahim
|
1640-1648 M
|
19
|
Sultan Avcı Muhammad
IV
|
1648-1687 M
|
20
|
Sultan Sulaiman II
|
1687-1691 M
|
21
|
Sultan Khan Gazi Ahmad
II
|
1691-1695 M
|
22
|
Sultan Mustafa II
|
1695-1703 M
|
23
|
Sultan Ahmad III
|
1703-1730 M
|
24
|
Sultan Kambur Mahmud
I
|
1730-1754 M
|
25
|
Sultan Sofu Utsman
III
|
1754-1757 M
|
26
|
Sultan Yenilikçi Mustafa III
|
1757-1774 M
|
27
|
Sultan Abdul Hamid I
|
1774-1789 M
|
28
|
Sultan Bestekar Salim
III
|
1789-1807 M
|
29
|
Sultan Mustafa IV
|
1807-1808 M
|
30
|
Sultan Islahatçı Mahmud II
|
1808-1839 M
|
31
|
Sultan Tanzimatçi Abdul
Majid
|
1839-1861 M
|
32
|
Sultan Abdul Aziz
|
1861-1876 M
|
33
|
Sultan Murad V
|
1876 M (83 hari)
|
34
|
Sultan Ulu Khan Abdul
Hamid II
|
1876-1909 M
|
35
|
Sultan Reşad Muhammad
V
|
1909-1918 M
|
36
|
Sultan Vahidüddin Muhammad VI
|
1918-1922 M[10]
|
Gambar 1 Peta Wilayah Administratif Kesultanan Turki-Utsmani
2.3 Perkembangan Seni
di Masa Kesultanan Turki-Utsmani
2.3.1 Sastra
Dua aliran utama sastra tulis Turki-Utsmani
adalah syair dan prosa. Syair merupakan aliran yang dominan. Sampai abad ke-19,
di dunia prosa Turki-Utsmani, tidak ada karya yang menyerupai roman, cerita
pendek, atau novel bergaya Eropa. Genre yang serupa memang ada, namun dalam
bentuk sastra rakyat Turki dan syair Divan.[11]
Syair Divan adalah bentuk seni sastra,
yang terinspirasi dari sastra Persia, yang sangat simbolis. Syair Divan menyajikan
banyak simbol yang makna dan keterkaitannya dijelaskan secara sederhana.
Kebanyakan syair Divan berbentuk lirik yang dapat dinyanyikan.
Karya-karya Yunus Emre dianggap sebagai contoh terbaik tradisi sastra mistis
Turki, dan masih disukai hingga sekarang.[12]
Sastrawan-sastrawan yang terkenal dari
masa Turki-Usmani diantaranya adalah Fuzuli, Mihrimah Sultan, Yunus Emre, dan
Mahmud Abdulbaqi.
2.3.2 Arsitektur
Arsitektur Turki-Utsmani dipengaruhi oleh
arsitektur Persia, Yunani, Byzantium, dan Islam. Pada masa awal kemunculan
Kesultanan Utsmaniyah, arsitektur dalam negeri sedang di tahap pencarian
ide-ide baru.
Konsep
arsitektur Turki-Usmani lebih berpusat pada masjid. Masjid adalah bagian tak
terpisahkan dari masyarakat Turki-Utsmani. Selain masjid, arsitektur
Turki-Usmani juga merambah bangunan sekolah, rumah sakit, jembatan, pemandian
umum, dan pemakaman.
Mimar
Sinan, adalah arsitek ternama pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman I, Selim
II, dan Murad III. Beberapa karyanya adalah Masjid Selimiye, Masjid
Suleymaniye, Masjid Mihrimah Sultan, dan Jembatan Mehmed Pasha.
2.3.3 Seni Lukis
Tradisi
miniatur Turki-Utsmani yang dilukis untuk mengilustrasi manuskrip sangat
dipengaruhi oleh kesenian Persia. Meski begitu, miniatur karya seniman-seniman
Turki-Utsmani juga melibatkan sejumlah elemen tradisi Byzantium.
Pada
1572 M para pelukis dari Persia datang ke Istanbul dan membuat album yang
sangat hebat untuk Sultan Murad III.[13]
Sultan
Muhammad II tertarik pada seni lukis Italia, dan enam pelukis Italia bekerja
untuknya, salah satunya Gentile Bellini, yang dalam waktu satu tahun melukis
sejumlah gambar. Subhat al-Akbar, sebuah karya yang memuat daftar keturunan
pangeran-pangeran Turki-Utsmani, dilengkapi dengan sejumlah gambar.[14]
2.4 Perkembangan Intelektual di Masa Turki-Utsmani
Perkembangan sains di Dunia Islam menurun
drastis pasca kehancuran Baghdad di tangan Bangsa Mongol pada tahun 1258. Tetapi ini bukan berarti sains mati di
masa Turki-Utsmani. Sultan Muhammad II pernah memerintahkan Georgios Amirutzes,
seorang cendekiawan Yunani, untuk menerjemahkan dan menyebarkan buku geografi
karya Ptolomeus ke lembaga-lembaga pendidikan Turki-Utsmani.
Taqiyuddin membangun Observatorium
Taqiyuddin di Istanbul pada tahun 1577 M. Ia melakukan pengamatan astronomi di
sana sampai 1580. Sayangnya, observatorium ini diruntuhkan tahun 1580 karena
bangkitnya faksi ulama yang tidak acuh terhadap sains.[15]
Ilmu georafi cukup berkembang di masa
Turki-Usmani. Banyak ditemukan usaha pembuatan peta untuk berbagai wilayah di
dunia. Piri Reis (wafat 1553 M) terkenal karena peta-petanya dalam Kitab-i
Bahriye, dan juga Piri Reis’ Map, yang menggambarkan Afrika Barat,
Brazil, dan Antartika dengan detail. Katip Çelebi (1609-1657 M) menulis Kasyf
al-Zhunun al-Asami al-Kutub wa al-Funun, yaitu ensiklopedia bibliografis
tentang 14.500 buku berbahasa Arab. Di bidang ilmu sejarah, Tarih-i Pecevi
karya Ibrahim Pecevi (1572-1650 M), menjadi rujukan utama.
2.5 Perkembangan Tasawuf
Pada Masa Turki-Utsmani
Di
Anatolia, Balkan, dan daerah-daerah Arab yang dikuasai Turki-Usmani, dapat
ditemukan berbagai macam tarekat (jalan). Salah satunya, Khalwatiyah,
yang bernisbat pada Muhammad bin Nur, bergelar al-Khalwati karena
kebiasaannya mengasingkan diri untuk tujuan spiritual (khalawa). Tetapi
pendiri sebenarnya tarekat ini adalah Yahya al-Syirwani dari Azerbaijan, wafat
di Baku pada 1464 M. Yahya adalah penulis Wird al-Sattar, yang diamalkan
sebagian besar cabang-cabang Tarekat Khalwatiyah. Yahya mengutus Umar Rusyani
dan Yusuf al-Syirwani untuk menyebarkan ajaran tarekat ini di Anatolia dan
Khurasan.
Pada
masa al-Qanuni, banyak pejabat tinggi pemerintahan yang bergabung dengan
Tarekat Khalwatiyah. Dari segi doktrin, banyak mursyid (pembimbing)
Khalwatiyah yang menganut ajaran-ajaran Ibnu Arabi, terutama Wahdat al-Wujud.
Tarekat-tarekat
lain yang popular di kalangan masyarakat Turki adalah Yasawiyah, Qalandariyah,
Rifa’iyah, Mawlawiyah, Bektasyiyah, Qadiriyah, dan Naqsybandiyah. Pendiri
Tarekat Yasawiyah, Ahmad Yasawi (wafat 1162 M) memiliki sanad melalui Abu Yazid
al-Bistami. Kumpulan syair dalam Bahasa Turki, Hikmet, menjadi fondasi
ideologis tarekatnya.
Tarekat
Bektasyiyah sempat mendominasi satuan militer Yanisari. Ketika Sultan Mahmud II
membubarkan pasukan Yanisari pada 1826 M, banyak pusat-pusat kegiatan
Bektasyiyah yang ditutup atau disita pemerintah.[16]
2.6 Penyebab Kemajuan Kesultanan Turki-Utsmani
Penyebab perkembangan kemajuan dalam
Kerajaan Turki Usmani, merupakan kelebihan yang dimiliki oleh orang-orang Turki
Usmani sendiri. Jika dibandingkan dengan bangsa lainya, seperti bangsa Arab dan
Persia. Orang-orang Turki Usmani atau orang-orang Turki pada umumnya memiliki
kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang Islam lainya pada waktu itu. Kelebihan
inilah yang menyebabkan Islam meluas sampai ke Eropa dan Kerajaan Turki Usmani
mampu bertahan sampai enam abad lebih lamanya.
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh
bangsa Turki adalah sebagai berikut.
1.
Bangsa Turki adalah bangsa yang penuh mobilitas,
bersemangat tinggi, berpandangan jauh dan berpatriot, dan suka berperang (dalam
berperang terkenal berani, perkasa, dan tabah). Karena pertumbuhan yang masih
muda dan kesederhanaan cara hidupnya, bangsa Turki belum terkena penyakit moral
dan sosial seperti yang telah menyerang bangsa-bangsa Islam lainya di Timur
yang mengakibatkan kemerosotannya.
2.
Bangsa Turki memiliki kesanggupan yang besar dalam
hal militer, baik dalam angkatan darat maupun angkatan laut. Dalam usia muda,
bangsa Turki sudah menggunakan senjata api disamping perlengkapan perang
mutakhir lainya. Tentara Usmani sangat mahir dalam hal teknik perang,
mengorganisasi pasukan dan mengerahkanya ke medan tempur. Dalam hal imu dan
teknik perang, tidak ada yang menandinginya pada masa kemajuanya. Lothrof
Stoddard menyatakan kekagumanya atas kebesaran dan kemajuan militer Turki Usmani dengan mengatakan bahwa
orang-orang Turki Usmani hanya menghargai kemajuan militer. Dalam peperangan,
mereka diakui sebagai bangsa yang kuat, berani, dan tabah. Sejak permulaan
kebesarannya, mereka telah miliki pasukan meriam yang kuat dan infanteri yang
terbaik di dunia. Demikian kuatnya kekuatan militer Usmani tersebut sehingga ia
menjadi ancaman yang menakutkan bagi Eropa.
3.
Kerajaan Turki Usmani terletak di wilayah yang
secara geografis sangat strategis untuk menjadi ibukota dari sebuah kerajaan dunia.
Wilayah kekuasaanya terletak di Semenanjung Balkan dan ibukotanya terletak di
antara Laut Hitam dan Laut Tengah. Jika dilihat dari aspek geopolitik,
daerahnya sangat strategis karena seorang penguasa dapat melakukan kontrol
terhadap kekuasaanya yang berada di
Asia, Afrika, dan Eropa. Inilah sebabnya Napoleon Bonaparte pernah berkata, “seandainya
dunia ini sebuah kerajaan, tempat yang paling strategis untuk dijadikan
ibukotanya adalah Konstantinopel.”
4.
Adanya kelemahan politik yang dialami Kerajaan Byzantium
dan masalah anarki feodal yang melanda negara-negara Balkan. Dengan keadaan
sosial politik seperti ini memberikan kemudahan bagi Kerajaan Turki-Utsmani
dalam menanamkan pengaruh dan kekuasaanya di Eropa.
5.
Faktor lain yang menyebabkan perkembangan kemajuan,
khususnya perkembangan kemajuan dalam bidang perluasan wilayah Islam adalah
faktor dakwah. Faktor kekuasaan dan dakwah ini
selalu menjadi motivasi dan sebab keberhasilan kerajaan Usmani dalam
perjuanganya. Kenyataan ini dapat dilihat bahwa semenjak Kerajaan Usmani
berdiri sampai keruntuhanya, kerajaan ini merupakan negara yang mengabdi pada
perjuangan memajukan atau mempertahankan kekuasan, dakwah, dan iman Islam.
Keadaan ini lebih jelas lagi jika dipandang dari bentuk keislaman yang dianut
oleh orang-orang Turki-Utsmani itu. Islam yang mereka anut itu adalah Islam
dalam arti yang sangat sederhana, penuh dengan semangat keimanan yang militan
dan bersifat terus terang seperti keislaman orang Arab Badui pertama. Dalam
politik, islam bagi mereka adalah agama perang yang syahadatnya adalah tepuk
sorak pertempuran dan dogmanya mengangkat senjata. Keyakinan inilah yang
membuat orang-orang Usmani tidak henti-hentinya berperang dengan orang Eropa
sampai Enam abad lamanya. Dari peperangan inilah, dapat dipahami bahwa faktor
agama atau dakwah menjadi motivasi dan penyebab bagi kemajuan dan keberhasilan
Kerajaan Turki Usmani.[17]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesultanan
Ottoman atau Turki-Usmani, dinisbatkan pada nama Utsman bin Ertugrul. Kesultanan
ini dibangun oleh bangsa Turki dari Kabilah Oghus. Setelah Utsman menyatakan
dirinya sebagai raja pada tahun 699 H/1299 M, secara bertahap ia memperluas
wilayahnya. Penyerangan awal dilakukan di sekitar daerah perbatasan Byzantium.
Kesultanan
Utsmaniyah mengalami jatuh-bangun yang dimulai dari berdirinya pada tahun 1299
dan berakhir dengan kudeta pada tahun 1922 M. Sultan Orhan I membentuk satuan
tentara elit Inkisyariyah atau Yanisari. Sultan al-Fatih Muhammad II
menaklukan Konstantinopel pada 1453 M. Masa kejayaan Kesultanan Utsmaniyah berlangsung
ketika pemerintahan Sultan al-Qanuni Sulaiman I (1520-1566 M).
Sastrawan-sastrawan
yang terkenal dari masa Turki-Usmani diantaranya adalah Fuzuli, Mihrimah
Sultan, Yunus Emre, dan Mahmud Abdulbaqi. Konsep arsitektur Turki-Usmani lebih
berpusat pada masjid. Arsitek terkenal adalah Mimar Sinan. Tradisi miniatur
Turki-Usmani yang dilukis untuk mengilustrasi manuskrip sangat dipengaruhi oleh
kesenian Persia dan Byzantium.
Perkembangan
sains di Dunia Islam menurun drastis pasca kehancuran Baghdad di tangan Bangsa
Mongol pada tahun 1258. Tetapi ini bukan berarti sains mati di masa
Turki-Usmani. Ada nama Katip Celebi, Taqiyuddin, dan Amirutzes.
Di
Anatolia, Balkan, dan daerah-daerah Arab yang dikuasai Turki-Usmani, dapat
ditemukan berbagai macam tarekat (jalan). Diantaranya Khalwatiyah, Rifa’iyah,
Yasawiyah, Qalandariyah, Mawlawiyah, Bektasyiyah, Qadiriyah, dan Naqsybandiyah.
DAFTAR
PUSTAKA
Fierro, Maribel (ed.). 2011. The New
Cambridge History of Islam Vol. 2: The Western Islamic World Eleventh to
Eighteenth Centuries. Cambridge: Cambridge University Press.
Hodgson, Marshall G. S. 1974. The
Venture of Islam Vol. 3: The Gunpowder Empires and Modern Times. Chicago: The
University of Chicago Press.
Ibrahim, Qasim A. dan Muhammad A. Saleh.
2014. Buku Pintar Sejarah Islam.
Jakarta: Zaman.
Irwin, Robert (ed.). 2011. The New
Cambridge History of Islam Vol. 4: Islamic Cultures and Societies to the End of
the Eighteenth Century. Cambridge: Cambridge University Press.
Kusdiana, Ading. 2013. Sejarah &
Kebudayaan Islam Periode Pertengahan. Bandung: Pustaka Setia.
Pedersen, J. 1996. Fajar
Intelektualisme Islam. Bandung: Penerbit Mizan.
en.wikipedia.org/wiki/history_of_the_ottoman_empire
diakses pada 16/2/2017.
id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Utsmaniyah
diakses pada 16/2/2017.
id.wikipedia.org/wiki/Daftar_sultan_Utsmaniyah
diakses pada 17/2/2017.
www.cregasia.com/artikel/74/nama-nama-raja-kesultanan-ottoman-turki-utsmaniyah/
diakses pada 17/2/2017.
quislam.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-turki-usmani.html?m=1
diakses pada 16/2/2017.
aagun74alqabas.wordpress.com/2011/05/07/dinasti-turki-utsmani-1281-1924/
diakses pada 16/2/2017.
[1] quislam.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-turki-usmani.html?m=1
diakses pada 16/2/2017.
[2] Qasim A. Ibrahim dan
Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam, (Jakarta: Zaman, 2014).
[3] Marshall G. S. Hodgson, The
Venture of Islam Vol. 3: The Gunpowder Empires and Modern Times. (Chicago: The
University of Chicago Press), hlm. 100.
[4] Maribel Fierro (ed.), The
New Cambridge History of Islam Vol. 2: The Western Islamic World Eleventh to
Eighteenth Centuries, (Cambridge: Cambridge University Press, 2011), hlm.
232.
[5] Ibid, hlm. 332 .
[6] Ibid, hlm. 338-339.
[7] aagun74alqabas.wordpress.com/2011/05/07/dinasti-turki-utsmani-1281-1924/
diakses pada 16/2/2017.
[8] ibid.
[9] http://www.cregasia.com/artikel/74/nama-nama-raja-kesultanan-ottoman-turki-utsmaniyah/
diakses pada 17/2/2017
[10] id.wikipedia.org/wiki/Daftar_sultan_Utsmaniyah
diakses pada 17/2/2017.
[11]
id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Utsmaniyah diakses pada 16/2/2017.
[12] Robert Irwin (ed.), The
New Cambridge History of Islam Vol. 4: Islamic Cultures and Societies to the
End of the Eighteenth Century, (Cambridge: Cambridge University Press,
2011), hlm. 428.
[13] J. Pedersen, Fajar
Intelektualisme Islam, (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), hlm. 132.
[14] Ibid., hlm. 133.
[15] en.wikipedia.org/wiki/history_of_the_ottoman_empire
diakses pada 16/2/2017.
[16] Robert Irwin (ed.), Op.
Cit, hlm. 93-99.
[17]Ading Kusdiana, Sejarah
& Kebudayaan Islam Periode Pertengahan. (Bandung: Pustaka Setia, 2013),
hlm. 135-137.