TIMUR LENK DAN PEWARIS-PEWARISNYA
Oleh: Muhammad Irham
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setelah kematian penguasa Dinasti Ilkhan terakhir, Abu Said
pada 1335 M, Iran dan Asia Tengah menjadi arena kompetisi faksi-faksi politik,
beberapa sukses mendirikan dinasti-dinasti lokal. Jalayiriyah awalnya menguasai
Iran bagian barat daya dan Iraq. Dinasti Muzhaffariyah, dari keturunan Arab,
berkuasa di Iran selatan dan barat, lalu mencaplok Fars. Di Khurasan bagian
barat, gerakan revolusioner Syi’ah membentuk sebuah Negara dibawah kepemimpinan
Sarbadar. Tanah Persia benar-benar berada dalam disintegrasi akut.
Restorasi tatanan politik dan pengembalian keseimbangan di
kawasan timur Dunia Islam merupakan hasil dari kerajaan bengis yang dibangun
oleh Timur Lenk selama 35 tahun. Negeri-negeri ditaklukan atau dicaplok oleh
Timur dalam rangka menciptakan kelanjutan Imperium Mongol, secara geografis
maupun ideologis.
Sayangnya, kerajaan milik Timur ini
hampir tercerai-berai, setelah kematiannya. Ini karena Timur terlalu
berkonsentrasi pada kampanye militer, bukan pada penataan administrasi.
Walaupun begitu, keturunan Timur Lenk, yang secara kolektif disebut Dinasti
Timuriyah, berhasil menambal banyak lubang di tubuh kerajaan selama satu abad
penuh. Mereka peduli pada penataan administrasi dan kemajuan pertanian. Mereka juga tanpa henti berusaha memajukan sastra, seni,
budaya, dan arsitektur di Persia, Herat, hingga India.
1.2
Rumusan Masalah
A. Siapakah Timur Lenk?
B. Bagaimana pemerintahan Dinasti
Timuriyah?
C. Bagaimana perkembangan kebudayaan
pada masa Dinasti Timuriyah?
1.3
Tujuan
A. Mengetahui biografi Timur Lenk.
B. Memahami pemerintahan Dinasti
Timuriyah.
C. Memahami perkembangan kebudayaan
pada masa Dinasti Timuriyah.
PEMBAHASAN
2.1
Timur Lenk
2.1.1
Biografi Timur Lenk
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita
dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan Bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya
datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda
dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah
masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat.
Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, seorang penakluk dari Samarkand.[1]
Timur Lenk dilahirkan di Kesh (kini bernama Shahr-i-Sabz,
'kota hijau'), yang terletak sekitar 50 mil di sebelah selatan kota Samarkand
di Uzbekistan pada tanggal 25 Sya'ban 736 H (8 April 1336 M). Timur Lenk, yang
artinya Timur si Pincang, karena kaki kirinya yang pincang sejak lahir adalah
seorang penakluk dan penguasa keturunan Turki-Mongol dari wilayah Asia Tengah.
Ayahnya bernama Taragai, kepala suku Barlas, keturunan
Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Jagatai, putera Jengis Khan.
Suku Barlas mengikuti Jagatai mengembara ke arah barat dan menetap di
Samarkand. Taragai menjadi gubernur Kesh. Keluarganya mengaku keturunan Jengis
Khan sendiri. Ketika ayahnya wafat, Timur bergabung dengan pasukan Gubernur
Transoxiana, Amir Qazaghan, sampai gubernur itu meninggal. Timur lalu bergabung
sebagai tentara pada penguasa lokal, Amir Husein. Pada 1360 M, Timur telah
menjadi seorang pemimpin militer termasyhur. Timur dikenal sebagai komandan
yang gigih dalam mempertahankan wilayahnya dari ancaman Tughluq Timur Khan,
penguasa Dinasti Chagatai.
Serbuan pasukan Tughluq Timur Khan melambungkan nama
Timur Lenk. Ketangguhan dan kehebatannya membuat penguasa Dinasti Chagatai itu
terkesan. Tughluq, setelah melihat keberanian dan kehebatan Timur, menawarkan
kepadanya jabatan gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diterima. Akan
tetapi, setahun setelah itu, Tughluq mengangkat anaknya, Ilyas Khan sebagai
Gubernur Samarkand dan hanya menjadikan Timur Lenk sebagai wazir. Timur
melakukan pemberontakan bersama dengan cucu Qazaghan, Amir Husein. Tughulq dan
Ilyas tewas dalam pertempuran. Kemudian Timur malah membunuh Amir Husein yang
masih merupakan iparnya sendiri. Pada 10 April 1370 M, ia mengangkat dirinya
sebagai penguasa tunggal. Semboyan Timur Lenk yaitu: “Sebagaimana
hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di Bumi juga hanya ada satu
raja.”
Sejak itu, Timur Lenk menebar maut sebagaimana dilakukan
Hulagu seabad sebelumnya. Timur Lenk menghabiskan waktunya selama 35 tahun
dalam berbagai pertempuran dan ekspedisi. Didukung pasukan Turki yang
loyalis, Timur Lenk melakukan perluasan kekuasaan.
2.1.2
Serangan-serangan Timur Lenk
Sepuluh tahun pertama pasca memproklamirkan dirinya
sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagatai dan keturunan Jengis
Khan, Timur Lenk menaklukan Jata dan Khawarizm.
Setelah Jata dan Khawarizm di taklukan, Timur Lenk mulai
memiliki ambisi untuk menjadi penguasa besar,
dan berusaha menaklukan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengis
Khan.
Pada tahun 1381 ia menyerang dan berhasil menaklukan
Khurasan, Herat, hingga berhasil menduduki negeri-negeri di Afghanistan,
Persia, Fars dan Kurdistan. Bahkan, disetiap daerah taklukannya, ia membantai
penduduk yang melakukan perlawanan. Salah satunya di Sabzaawar, Afghanistan ia
membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang di balut dengan batu dan
tanah liat. Di Ishafan, Iran, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk.
Kepala-kepala dari mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi
menara.
Tahun 1393 M ia menghancurkan Dinasti Muzhaffariyah di
Fars dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. Pada tahun itu pula Baghdad
dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil menguasai seluruh Mesopotamia.
Penguasa Baghdad waktu itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia
kemudian meminta perlindungan dari penguasa Dinasti Mamalik di Mesir, al-Malik
al-Zahir Barquq. Mesir, sebagaimana pada masa serangan Hulagu Khan, kembali
selamat dari kebiadaban Bangsa Mongol.
Timur Lenk kemudian menjarah kota Takrit, Mardin, dan
Amid. Di Takrit, kota kelahiran Shalahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah
piramida dari tengkorak korban-korbannya.
Tahun 1395 M, Timur Lenk menyerbu daerah Qipchak,
kemudian menaklukan Moskow yang didudukinya selama lebih dari setahun. Tiga
tahun kemudian ia menyerang India.
Konon, alasan penyerbuan ini adalah karena ia mengganggap penguasa muslim di
daerah ini terlalu toleran terhadap penganut Hindu. Di India, pasukan Timur
Lenk membantai lebih dari 80.000 tawanan. Dalam rangka pembangunan masjid di
Samarkand, ia mempekerjakan 90 ekor gajah untuk mengangkat batu-batu besar dari
Delhi ke Samarkand.
Setelah fondasi masjid dibangun, tahun 1399 M Timur Lenk
berangkat memerangi Kesultanan Mamalik dan Kesultanan Utsmani. Dalam
perjalanannya, ia menaklukan Georgia. Di Sivas, sekitar 4000 tentara Armenia
dikubur hidup-hidup.
Pada 1401 M pasukan Timur Lenk memasuki Syria Utara. Tiga
hari lamanya Aleppo dihancurleburkan. Piramida dibuat dari 20.000 kepala
penduduk. Banyak bangunan masjid dan sekolah peninggalan Nuruddin Zanki dan
Shalahuddin al-Ayyubi yang dihancurkan. Hamah, Homs, dan Ba’labak jatuh.
Pasukan Sultan Faraj dari Kesultanan Mamalik juga dapat dikalahkan dalm satu
pertempuran dahsyat sehingga Damaskus dapat dikuasai pasukan Timur Lenk. Para
seniman dan pekerja ulung diangkut dari Damaskus ke Samarkand. Ia memerintahkan
ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa sebagai pembenaran atas
tindakan-tindakannya.
Selanjutnya Baghdad yang diserang. Ketika Baghdad berhasil
ditaklukan, pasukan Timur Lenk membantai 20.000 penduduk. Disini ia mendirikan 120 piramida dari kepala mayat-mayat
sebagai tanda kemenangan.
Kesultanan Utsmani, oleh Timur Lenk, dipandang sebagai
tantangan besar, karena mereka menguasai banyak daerah bekas Kerajaan Jengis
Khan dan Hulagu Khan. Timur Lenk mengarahkan
bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I di Sivas. Timur Lenk menang
dan putra Bayazid, Erthugrul, terbunuh. Pada 1402 M, kembali terjadi
pertempuran antara Timur Lenk dengan tentara Bayazid di Ankara. Bayazid bersama
putranya Musa tertawan hingga wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403 M.
Timur melanjutkan serangannya ke Broessa (kini Bursa),
ibukota Kesultanan Utsmani pada masa itu, dan Smyrna. Setelah itu ia kembali ke
Samarkand untuk mempersiapkan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan,
tepatnya di Otrar, ia menderita sakit, hingga wafat pada tahun 1404 M, dalam
usia 71 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Samarkand.
Sekalipun terkenal sebagai penguasa yang ganas lagi kejam,
sebagai seorang muslim, Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam.
Konon, ia adalah seorang Syi’ah yang taat dan penggemar Tarekat Naqsybandiyah.
Dalam ekspedisinya, ia selalu membawa ulama, sastrawan, dan seniman. Ulama dan
ilmuwan dihormati olehnya. Ketika berusaha menaklukan Syria Utara, ia menerima
dengan hormat sejarawan ternama, Ibnu Khaldun, yang diutus Sultan Faraj.
2.2
Dinasti Timuriyah
Setelah Timur Lenk Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang
anaknya, Jahangir dan Khalil, berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil keluar
sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya sehingga menghabiskan
kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu, putra Timur Lenk termuda, Syah
Rukh, merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa
kerajaan. Ia memerintah antara 1405-1447 M dengan adil dan lemah lembut.
Ia mengambil pajak dari aktivitas
pertanian dan perdagangan. Syah Rukh juga melarang prostitusi dan konsumsi
minuman keras. Ia menggelari dirinya Padishah-i Islam, seolah ingin dikenal
sebagai khalifah bagi seluruh umat Islam. Penguasa-penguasa patuh terhadapnya. Selama
pemerintahan Syah Rukh, Dinasti Timuriyah dan Dinasti Ming menjalin hubungan
politik dan perdagangan yang baik.[2]
Istri Syah Rukh, Gawharshad,
bekerjasama dengan Qawamuddin, seorang arsitek Persia, dalam merencanakan dan
membangun banyak bangunan publik yang begitu indah di Herat, dan di kota-kota
lain, termasuk makam Imam Ali bin Musa al-Ridha, keturunan Sayyidina Ali bin
Abi Thalib sekaligus imam syi’ah kedelapan, di Mashhad.
Syah Rukh meninggal dalam usia 72 tahun. Setelah wafat, ia
diganti oleh anaknya Muhammad Taragai, bergelar Ulug Beg, seorang raja yang
alim dan ahli ilmu pasti. Saat rezim Syah Rukh, Ulug Beg menjabat gubernur
Samarkand.
Ulug Beg terkenal sebagai seorang yang cinta ilmu, ia
mengumpulkan para ilmuwan, seperti Qadizada Rumi (wafat 1436 M), Ghiyathuddin
Jamsyid Kashi (wafat 1429 M), Alauddin Ali Qusychi (wafat 1474 M), dan
lain-lain, di Samarkand.[3]
Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh
anaknya yang haus kekuasaan, Abdul Latif (1449-1450 M). Abdul Latif kemudian
dibunuh orang-orang yang setia pada Ulug Beg.
Raja besar Dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa'id
(1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah-belah. Wilayah kerajaan
yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan,
Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa'id sendiri
terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu. Kematian Abu
Sa’id ini sekaligus menandai keruntuhan dinasti Timuriyah. Dinasti ini berakhir
sepenuhnya pada tahun 1507 M, ketika Muhammad Shaybani, pendiri Kekhanan
Bukhara dari Suku Uzbek menaklukkan Samarkand.
Pada tahun 1526 M, salah seorang keturunan Timur Lenk,
Babur, mendirikan Dinasti Mughal di Kabul. Pada Abad ke-17, Dinasti Mughal
menguasai hampir seluruh anak benua India.[4]
2.3
Perkembangan Kebudayaan di Masa Dinasti Timuriyah
2.3.1
Bahasa dan Sastra
Wilayah Asia Tengah, sebelum Dinasti Timuriyah telah
mengenal banyak bahasa. Timur Lenk menetapkan Bahasa Persia sebagai resmi. Bahasa
Persia menjadi bahasa primer di bidang administrasi, penulisan sejarah, dan
sastra.[5]
Semua orang harus beradaptasi dengan budaya Persia, dari etnis manapun mereka
berasal. Sedangkan Bahasa Arab menjadi bahasa sains, filsafat, dan ilmu-ilmu
agama.
Syah Rukh, dan anaknya Ulug Beg, berhasil mengembangkan
sastra dan budaya Persia. Salah satu karya sastra terpenting dari masa
Timuriyah adalah biografi Timur Lenk, Zafarnameh, yang ditulis oleh Syarafuddin
Ali Yazdi. Penyair sufi paling terkenal dari masa Timuriyah, juga salah satu
penyair Persia terbesar, adalah Nuruddin Abdurrahman Jami, atau lebih dikenal
dengan nama Jami.
2.3.2
Seni Lukis dan Kaligrafi
Kontribusi terpenting Timuriyah dalam seni ilustrasi adalah
institusi Kitabkhana, yang berfungsi sebagai perpustakaan, sekaligus sanggar
bagi pelukis, penyepuh, kaligrafer, dan seniman-seniman lainnya berkolaborasi
dengan disponsori pejabat-pejabat Timuriyah.
Banyak manuskrip disalin dan diberi ilustrasi-ilustrasi
indah pada masa Timuriyah, seperti karya-karya Nizami, Rumi, Jami, Amir
Khusraw, dan Husain Kasyifi.
Selain Herat, pusat-pusat budaya, sains, dan seni di masa
Timuriyah adalah Syiraz, Isfahan, Yazd, dan Samarkand.[6]
2.3.3
Arsitektur
Arsitektur bangunan-bangunan masa Timuriyah kebanyakan
dipengaruhi tradisi Saljuk. Karakteristik dari semua bangunan utama era
Timuriyah adalah simetris, bergaya Turki-Persia, bagian luar diberi banyak
warna-warna terang, dan didominasi ubin biru kehijau-hijauan, seperti terlihat
dari Gur-e Amir (makam Timur Lenk).[7]
Gaya arsitektur Timuriyah banyak dijumpai di India pada masa
Kerajaan Mughal.
KESIMPULAN
Timur Lenk dilahirkan di Kesh,
sebelah selatan Samarkand, pada tahun 1336 M. Timur Lenk, yang artinya Timur si Pincang, karena kaki kirinya yang pincang
sejak lahir adalah seorang penakluk dan penguasa keturunan Turki-Mongol dari
wilayah Asia Tengah. Ayahnya bernama
Taragai.
DAFTAR PUSTAKA
Hodgson, Marshall
G. S. 1974. The Venture of Islam Volume 2: The Expansion of Islam in the
Middle Periods. Chicago: The University of Chicago Press.
Morgan, David O. dan
Anthony Reid. 2011. The New Cambridge History of Islam Vol. 3: The Eastern
Islamic World Eleventh to Eighteenth Centuries. (Cambridge: Cambridge
University Press.
en.wikipedia.org/wiki/Timurid_Empire
diakses pada 18/2/2017.
[1]
Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam Vol. 2: The Expansion of Islam in the
Middle Periods. (Chicago:
The University of Chicago Press,
1974).
[2]
David O. Morgan dan Anthony
Reid, The New Cambridge History of Islam Vol. 3: The Eastern Islamic World
Eleventh to Eighteenth Centuries, (Cambridge: Cambridge University Press,
2011).
[5]
en.wikipedia.org/wiki/Timurid_Empire
diakses pada 18/2/2017.