PEMIKIRAN VOLTAIRE
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Historiogarfi
yang
dibina oleh Dosen :
Bapak
Wahyu Iryana dan Bapak Fajriudin
Muttaqin
Disusun
oleh :
Muhammad
Irham
NIM
1155010066
JURUSAN
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS
ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN
GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
M/1438
H
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Historiografi, pada
hakikatnya adalah proses penulisan sejarah. Tujuannya untuk merekonstruksi
sejarah. Historiografi adalah proses akhir penelitian sejarah, setelah heuristik,
kritik, dan interpretasi.
Semua ilmu terus
mengalami perkembangan. Seiring dengan kebutuhan manusia, perkembangan ilmu sejalan dengan
tuntutan zaman. Sejarah termasuk ilmu, dan segala perngkat didalamnya terus
pula berkembang. Historiografi sebagai salah satu kajian dalam ilmu sejarah,
telah mengalami beberapa perubahan struktur dan konsep. Secara geohistoris,
historiografi Barat terbagi menjadi historiografi Yunani Kuno ;
historiografi Romawi ; historiografi Abad Pertengahan ; historiografi
zaman Renaissance ; dan historiografi Eropa Modern.
Pada Abad
Pertengahan, sejarawan lebih menekankan kontinuitas daripada periodesasi.
Mereka cenderung menganggap Abad Pertengahan sebagai kelanjutan Imperium
Romawi. Dua nama tokoh pemikir yang terkemuka pada abad ini adalah David Hume
dan Francis Marie Arouet, atau lebih dikenal dengan nama Voltaire.[1]
Voltaire
merupakan tokoh pertama yang sangat piawai dalam penulisan sejarah baru.
Melalui buku berjudul Sejarah Charles XII (terbit 1731), Voltaire
berusaha untuk menerangkan karier Raja Swedia dengan meneliti watak pribadinya.
Ia seorang ahli sejarah yang serius dan berkemampuan sangat baik. Salah satu
karya terpentingnya adalah Essays on the Manners and Spirit of the Nations.
Buku ini berbeda dengan buku sejarah sebelumnya karena dua segi: (1) Eropa
hanyalah bagian kecil dari dunia secara keseluruhan. (2) sejarah kebudayaan itu
jauh lebih penting daripada sejarah politik. Berangkat dari fakta ini, penulis
berniat menyajikan studi kritis atas karya-karya Voltaire agar dapat
disimpulkan bagaimana pemikiran Voltaire.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemikiran Voltaire?
1.3 Tujuan
1.
Memahami pemikiran Voltaire.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pemikiran Voltaire
François-Marie Arouet (lahir 21 November 1694 – meninggal
30 Mei 1778 pada umur 83 tahun), lebih dikenal dengan nama penanya Voltaire,
adalah penulis dan filsuf Perancis pada Era Pencerahan. Voltaire dikenal
tulisan filsafatnya yang tajam, dukungan terhadap hak-hak manusia, dan
kebebasan sipil, termasuk kebebasan beragama dan hak mendapatkan pengadilan
yang patut (Inggris: fair trial). Ia adalah pendukung vokal terhadap
reformasi sosial walaupun Perancis saat itu menerapkan aturan sensor ketat dan
ancaman hukuman yang keras bagi pelanggarnya. Ia sering menggunakan karyanya untuk mengkritik dogma
gereja dan institusi Perancis pada saat itu.[2]
Selama Abad Pencerahan, Voltaire termasuk filsuf yang paling masyhur. Ia
menghasilkan banyak sekali karya. Ia peka terhadap gagasan-gagasan yang
tersebar di zamannya. Ia juga pandai mengungkapkan gagasan demi mencapai
tujuannya. Banyak sekali pengetahuan yang ia pelajari, antara lain sastra,
sejarah, filsafat, kesenian, hukum, dan politik. Karena pengetahuannya yang
banyak itu, tulisan-tulisan yang ia hasilkan tidak terlalu dalam.[3]
Karya Voltaire memiliki ciri sebagi berikut:
a. Kosmopolitan, yaitu pandangannya yang luas dan tidak terikat pada suatu
tempat, bangsa atau suku bangsa tertentu.
b. Universal, yang berarti membicarakan atau membahas manusia secara umum.
Gambaran manusia menurut kaum rasionalis (yang sekaligus humanis) adalah bahwa
hanya ada satu manusia tanpa perlu membedakan ras maupun kebudayaannya. Kaum
rasionalis juga menghendaki agar seluruh umat manusia menjalin suatu
persaudaraan yang besar.
c. Tidak disusun secara kronologis, akan tetapi bersifat tematis, yaitu berisi
gambaran gaya hidup atau peradaban manusia yang merupakan trend baru dalam
historiografi Eropa pada waktu itu.
d. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk menyusun karyanya diperoleh dari
karangan atau tulisan-tulisan etnografis, kisah-kisah perjalanan yang dibuat
oleh para petualang penjelajah dunia seperti Marco Polo.[4]
Sehingga pemikiran-pemikiran Voltaire dapat dirangkum
menjadi:
a. a. Kebebasan (liberty)
Bahasan paling utama disini adalah konsepsi Voltaire
tentang kebebasan. Gagasan pokok yang dikemukannya adalah mutlaknya jaminan
kebebasan bicara dan kebebasan pers.[5]
Pada 1734, setelah menuai kontroversi lewat philosophiques Lettres,
Voltaire menulis, walau tidak selesai di Cirey, Traité de metaphysique
yang mengeksplorasi kebutuhan akan kebebasan manusia dalam hal filosofis. Tema
yang menjadi pusat diskusi filosofis Eropa pada saat itu. Karya Voltaire merujuk pada pemikir seperti Hobbes
dan Leibniz seputar materialisme, determinisme, dan tujuan takdir, juga
tokoh-tokoh seperti John Toland dan Anthony Collins. Perdebatan besar antara
Samuel Clarke dan Leibniz atas prinsip-prinsip filsafat alam Newtonian juga
mempengaruhi Voltaire saat ia berjuang
untuk memahami sifat eksistensi manusia dan etika dalam kosmos dengan
prinsip-prinsip rasional dan hukum impersonal.[6]
Voltaire disini
mengambil posisi diantara determinisme ketat materialis rasionalis dan
spiritualisme transenden dan voluntarisme teologi Kristen kontemporer. Bagi Voltaire, manusia bukanlah mesin
deterministik materi dan gerak, dan dengan demikian berhendak bebas. Tetapi
manusia juga makhluk alam yang diatur oleh hukum-hukum alam tak terhindarkan, yang
etikanya seputar tindakan yang baik dan
buruk ditentukan oleh cahaya iman dalam dirinya. Menurut Voltaire, para pemikir bisa saja
mencapai pemahaman sempurna dan mendapatkan kebebasan tanpa batas dengan
sendirinya. Tetapi karena sebagian besar orang tidak berbekal pengetahuan, kontrol
diri, dan agama yang cukup, merupakan jaminan perlunya keteraturan sosial.
b. b. Hedonisme
Gagasan Voltaire mengenai kebebasan turut membangun
moralitas hedonistik miliknya. Melalui salah satu puisinya, Voltaire
merefleksikan erotisme dan budaya kebebasan di masa itu. Ia turut berkontribusi bagi filsafat
liberalis dan hedonis lewat selebrasinya terhadap kebebasan moral.
Etika hedonistik yang sama juga mempengaruhi perkembangan ekonomi
liberal selama Era Pencerahan.
Perdebatan mengenai kemewahan dan kemakmuran ekonomi di Prancis menarik
perhatian Voltaire. Pada rentang 1730-an, ia menyusun sebuah puisi berjudul Le
mondain yang mendukung hidup duniawi hedonistik sebagai kekuatan positif
bagi masyarakat, dan bukan sebagai unsur yang merusak moralitas seperti yang
dipercayai kaum Kristen tradisionalis. Dalam Essay sur les moeurs ia
juga bergabung dengan sejarawan Abad Pencerahan demi mengapresiasi perdagangan
dalam memajukan kemajuan peradaban. Adam Smith terkenal akan argumen serupa di lembaga
pers yang didirikannya,Wealth of Nations, yang diterbitkan pada tahun
1776. Voltaire tentu saja tidak punya kontribusi besar untuk ilmu ekonomi Smith,
tapi dia memberikan kontribusi pada kampanye filosofis yang lebih luas yang
membuat konsep kebebasan dan moralitas hedonistik menyebar secara luas dan
diterima secara umum.[7]
c. c. Agama
Menurut Voltaire, Agama Alamiah yang memenuhi tuntutan akal ialah
ketika orang mengasihi Allah dan berbuat adil serta berniat baik terhadap
sesamanya sebagaimana terhadap saudaranya sendiri. Tuntutan-tuntutan kesusilaan
yang mengenai keadilan dan kebijakantidak tergantung pada pandangan-pandangan
metafisis atau teologis. Hukum kesusilaan bukanlah suatu keseluruhan
peraturan-peraturan yang dibawa orang sejak lahir melainkan suatu keseluruhan peraturan
yang bersifat abadi dan tidak berubah disegala jaman dan bertempat di mana
saja. Isi hukum kesusilaan adalah:”Hidup seperti yang kamu inginkan telah kamu
lakukan pada saat kamu mati dan berbuatlah terhadap sesamamu seperti yang kamu
inginkan ia berbuat terhadapmu.” Agam mencakup kepastian tentang adanya Allah.
Bahwa Allah ada, hal itu dapat dibela terhadap Ateisme dengan alasan-alasan
yang sekali dan semata-mata bersifat alamiah. Penyusunan alam semesta dan
peraturan-peraturan umum dari kejadian-kejadian alamiah mengajarkan kepada kita
adanya pekerja yang tertinggi, yang menciptakan segalanya, yaitu Allah. Akan
tetapi kita tidak tahu apa-apa tentang hakekat dan sifat-sifat Allah ini. Arti
kepercayaan kepada Allah ialah untuk menjadikan manusia merasa terikat kepada
Allah oleh suatu kewajiban untuk menyembah dan mengasihi-Nya serta mengharapkan
balasan yang adil dari-Nya mengenai kebaikan dan kejahatan, sekalipun kewajiban
itu baru diketahuinya secara samar-samar.[8]
Voltaire mengemukakan bahwa bila manusia ingin merdeka dan terbebas dari
dari kungkungan, ia harus melawan segala bentuk dominasi dan pengaruh agama
Kristen dan gereja. Bagi Voltaire, sumber segala kejahatan dan bencana kemanusiaan
di dunia adalah agama yang terorganisir (the root of all evil in the world
was organized religion). Agamalah yang memaksa manusia untuk mempercayai,
absurditas, keyakinan supranatural yang tidak masuk akal, dan berbuat sesuatu
atas nama kehendak Tuhan. Voltaire percaya bahwa semua agama berakar dari
ketakutan manusia terhadap kekuatan misterius dari alam. Rasa ketakutan ini
dimanfaatkan oleh pendeta yang merasa dirinya telah menemukan Tuhan-pengontrol
semua kekuatan itu. Perintah dan nasihat si pendeta harus dituruti jika manusia
ingin selamat.[9]
Voltaire menyerang semua agama, terutama Katolik. Ia menilai Katolik
sebagai agama terburuk dari semua agama wahyu. Teologi dianggap sebagai “logika
tanpa penalaran”.
d. d. Tahayul
Sebagai tokoh penyebar pencerahan, ia mengkritik keberadaan dan
kebenaran tahayul. Orang yang percaya akan tahayul telah timbul dalam
paganisme, tahyul ini kemudian diambil oleh agama Yahudi dan menjangkiti Gereja
Kristen sejak Jaman Klasik. Semua Bapak Gereja, tanpa terkecuali, percaya akan
kekuatan ilmu sihir. Gereja sendiri selalu mengutuk ilmu sihir, namun demikian
Gereja tetap percaya akan hal itu. Gereja tidak mengusir tukang ilmu sihir
sebagai orang-orang gila yang sesat jalan, melainkan sebagai orang-orang yang
dalam kenyataannya mengadakan hubungan dengan setan. Dewasa ini sebagian
masyarakat Eropa masih ada yang mempercayai terhadap keberadaan ilmu sihir.
Voltaire, sebagai tokoh yang beraliran Protestan, menganggap patung suci,
pengampunan, semedi, doa-doa bagi orang yang meninggal, air suci dan semua
upacara dari Gereja Roma sebagai kelemahan jiwa yang percaya akan tahayul.
Menurut Voltaire, tahayul mengandung unsur-unsur yang menganggap pekerjaan yang
sia-sia sebagai pekerjaan-pekerjaan yang penting-penting. Masalah tahayul
sampai dewasa ini masih dalam perdebatan. Kita sangat sulit untuk memberikan
definisi atau batas-batas pengertian tahyul. Berbagai pemuka agama, seperti
Uskup dari Canterbury dan Uskup dari Paris percaya akan tahayul. Oleh
karenanya, para jemaat Kristen tidak seorang pun yang sepaham akan apa yang
dimaksudkan dengan pengertian tahayul.
e. e. Sejarah
Pemikiran Voltaire sendiri tentang sejarah, sejarah dipandang sebagai
suatu proses yang membimbing manusia sampai kesempurnaannya, sehingga setiap
epos kerja akan lebih sempurna dari yang dahulu. Maksud dan tujuan sejarah
adalah untuk memperbaiki keadaan manusia berkat akal budi dan menjadikan
manusia lebih kurang bodoh, melainkan lebih baik dan lebih bahagia. Ide ini
kemudian diikuti dan dikembangkan oleh para filsuf generasi berikutnya sebagai
faham optimistisme. Menurut faham ini untuk memperbaiki manusia melalui akal
budinya saja. Menurut Voltaire: manusia adalah baik pada asalnya, haruslah saja
diberikan kepadanya pendidikan dan pengetahuan yang cukup, lalu segala-gala
akan beres dan dunia ini menjadi suatu tempat yang baik dan peperangan di
antara Negara masing-masing tidak ada lagi.
Akal budi manusia yang terpengaruh dan terpelajar dalam prinsip-prinsip
ilmu alam dan pasti selalu berusaha untuk menyelidiki keadaan dan sebab yang
boleh membantu bagi kemajuan dan kemakmuran. Akal budi yang demikian itu
memeriksa iklim, tanah, dan syarat hidup manusia, adat istiadat, pakaian, dan
lain-lain untuk mengerti bagaimana mereka dan untung ruginya untuk umat
manusia. Dari pendapat dan pandangan diperkirakan segala kejadian sejarah, maksudnya
untuk mengetahui, sejauh mana mereka berguna untuk manusia atau manusia menjadi
lebih berbahagia berkat mereka sendiri.
Voltaire melihat sejarah dan institusi sosial dengan masyarakatnya,
semata-mata dari sudut intelektual dan kaum borjuis, sehingga ia mengecam Abad
Pertengahan. Voltaire juga berpendapat Tuhan telah menarik diri dari pengaturan
sejarah, mungkin Tuhan masih mengaturnya, namun tidak ikut campur dalam proses
sejarah. Menurut Voltaire, tujuan dari sejarah itu ditentukan oleh akal
manusia, akal berperan menentukan jalan sejarah. Perkembangan proses sejarah
manusia dalam mencapai kebahagiaan itu ditentukan oleh akal manusia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
François-Marie Arouet atau Voltaire merupakan filsuf yang
masyhur di Abad Pencerahan. Voltaire dikenal tulisan filsafatnya yang tajam,
dukungan terhadap hak-hak manusia, dan kebebasan sipil. Pemikiran-pemikiran
Voltaire dapat dirangkum menjadi : (1) Kebebasan, (2) hedonisme, (3)
agama, (4) tahayul, dan (5) sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Iryana, Wahyu. 2014. Historiografi Barat. Bandung: Humaniora.
Hadiwijono, Harun.1980. Sari
Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
riandonok.blogspot.com
id.wikipedia.org/wiki/Voltaire
The Best Sports Betting Apps On The App Store
BalasHapusTop rated Sports Betting Apps On The App Store. Discover the best Sports Betting Apps and see if you like it. youtube to mp3 Check out the app reviews and