Rabu, 30 November 2016

HAKIKAT KEBUDAYAAN

HAKIKAT KEBUDAYAAN



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Mata kuliah Pendidikan Multikultural diarahkan untuk mengembangkan kemampuan dalam mengkaji konsep warga Negara Indonesia yang cerdas, memiliki tanggung jawab dan partisipasi sebagai warga masyarakat yang multicultural dan warga dunia yang berbudaya. Agar dapat mencapai kemampuan tersebut, maka harus mengkaji tentang hakikat kebudayaan.
Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang di ungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hanya semua tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut di biasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, soaialisasi dan enkulturasi. Selanjutnya hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan yaitu sebagai :
1)   Penganut kebudayaan
2)   Pembawa kebudayaan
3)   Manipulator kebudayaan
4)   Pencipta kebudayaan.

Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian. Dalam rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan bernagai cara. Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa kita sebut sebagai way of life, yang digunakan individu sebagai pedoman bertingkah laku.
Dewasa ini manusia kebanyakan melupakan makna kehidupannya, hakekat diciptakannya manusia oleh Tuhan, dan adat istiadat atau yang lazimnya sering disebut dengan istilah kebudayaan. Hal tersebut seringkali banyak disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi dalam perkembangannya. Beberapa Diantaranya seperti kemajuan teknologi yang pesat, modernisasi atau globalisasi yang semakin meningkat.
Dalam sejarah manusia yang sebelumnya memiliki kebudayaan yang bersifat primitif dan kental akan seni, agama, dan tata kelakuan yang telah diturunkan turun- temurun ke generasi berikutnya berangsur-angsur mulai berubah seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Manusia yang dulu saling menyapa ketika bertemu di jalan sekarang jarang terjadi karena lebih sibuk dengan handphonenya. Bertumbuhnya sifat individualisme yang banyak terjadi khususnya dalam masyarakat perkotaan merupakan salah satu contoh yang kongkrit dari akibat perkembangan teknologi yang pesat dan terus mempengaruhi kebudayaan.
Berlimpahnya kemakmuran dan megahnya bangunan belum merupakan lambang kemajuan suatu kebudayaan manusia dalam arti sebenarnya. Kemajuan dan perkembangan yang hanya terbatas pada material saja akan menyebabkan kepincangan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, manusia dan kebudayaan memiliki hubungan yang erat karena kebudayaan berasal dari pemikiran manusia yang diatur atau dibatasi oleh aturan tertentu.

1.2  Rumusan Masalah:
1)      Apa yang dimaksud kebudayaan?
2)      Apa sajakah unsure-unsur kebudayaan?
3)      Apa sajakah wujud kebudayaan?
4)      Apakah perbedaan antara lingkungan fisik, sosial dan metafisik?
5)      Apakah perbedaan antara budaya dan non budaya?
6)      Apa yang dimaksud pranata kebudayaan?
1.3  Tujuan Penulisan:
1)      Menjelaskan pengertian kebudayaan.
2)      Menyebutkan unsur-unsur kebudayaan.
3)      Mengidentifikasi tiga wujud kebudayaan.
4)      Menjelaskan perbedaan antara lingkungan fisik, sosian dan metafisik.
5)      Menjelaskan perbedaan antara budaya dan non budaya
6)      Mengidentifikasi pranata kebudayaan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Kebudayaan
Budaya merupakan istilah yang banyak dijumpai dan digunakan hamper dalam setiap aktivitas sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa budaya begitu dekat dengan lingkungan kita. Kebudayaan berasal dari kata cultuure (Belanda) culture (Inggris) dan colere (Latin) yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan terutama pengolahan tanah yang kemudian berkembang menjadi segala daya dan aktifitas manusia manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Dari bahasa Indonesia (Sansekerta) “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain “budaya” adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta,karsa dan rasa. Kebudayaan adalah hasil dari cipta,karsa dan rasa tersebut, beberapa pendapat ahli antropologi dunia tentang definisi kebudayaan :
Ø  E.B.Tylor (Primitive Culture) : keseluruhan kompleks yang mengandung ilmu pengetahuan lain seperti kebiasaan manusia yang bermasyarakat.
Ø  R.Linton (The Cultural Background of Personality) : konfigurasi dari tingkah laku yang pembentukannya didukung dan diteruskan anggota masyarakat tertentu.
Ø  C.Klukhonn dan W.H Kelly (Hasil Tanya jawab dengan ahli antropologi sejarah) : Hukum, psikologi yang implisit, rasional, irasional terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
Ø  Melville J.Herskovits (Ahli antropologi Amerika) : bagian dari lingkungan buatan manusia “Man Made Part of the Environment”.
Ø  Dowson (Age of the Gods) : cara hidup bersama(Culture is common way of life).
Ø  J.P.H Dryvendak : kumpulan cetusan dari jiwa manusia yang beraneka ragam dan berlaku dalam suatu masyarakat tertentu.
Ø  Ralph Linton (1893-1953) : sifat sosial manusia yang turun temurun “Man’s sosial heredity”.


Beberapa definisi yang dikemukakan oleh pakar Indonesia :
Ø  Prof. Dr. Koentjaara Ningrat : keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yangharus didapat degan belajar.Dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Ø  Sultan Takdir Alisahbana : manifestasi dari cara berfikir.
Ø  Dr. Moh. Hatta : ciptaan dari suatu bangsa.
Ø  Mangunsarkoro : segala yang bersifat hasil kerja manusia dalam artian yang seluas-luasnya.
Ø  Drs. Sidi Gazalba : cara berfikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk satu kesatuan sosial dengan suatu ruang dan suatu waktu.
Definisi di atas berbeda-beda namun memiliki prinsip yang sama yaitu mengakui adanya ciptaan manusia,meliputi perilaku dan hasil kelakuan manusia,yang diatur oleh tata kelakuan yang diperoleh dengan belajar yang semuanya tesusun dalam kehidupan masyarakat.
Di dalam masyarakat kebudayaan diartikan “The general body of the art” yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, dan pengetahuan filasafat. Dan akhirnya mendapatkan kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup atau segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang konkrit maupun abstrak.
Menurut Prof. M. M. Djojodiguno (Asas-asas Sosiologi,1958) bahwa kebudayaan atau budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa.
Ø  Cipta : kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalamannya. Hasil cipta berupa Ilmu pengetahuan.
Ø  Karsa : kerinduan manusia untuk menginsafi dari mana manusia sebelum lahir dan kemana sesudah mati.Hasilnya berupa norma-norma keagamaan atau kepercayaan.
Ø  Rasa : kerinduan manusia akan keindahan dan dorongan untuk menikmati keindahan. Hasilnya berbagai macam kesenian.
Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dan dijelaskan sebagai berikut :
Ø  Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia yang meliputi kebudayaan material (bersifat jasmaniah) dan kebudayaan non material (bersifat rohaniah).
Ø  Kebudayaan tidak diwariskan secara generative(biologis) melainkandngan cara belajar.
Ø  Kebudayaan diperoleh manusai sebagai anggota masyarakat.
Ø  Kebudayaan adalah kebudayaan manusia.
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa budaya itu berkaitan dengan 3 kata kunci yang mencakup (1) gagasan, (2) perilaku dan (3) hasil karya manusia. Sebagai pedoman pembahasan , pengertian kebudayaan yakni merupakan program bertahan hidup dan adaptasi suatu kelompok dengan lingkungannya. Program budaya terdiri dari pengetahuan,konsep dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota kelompok melalui sisrem komunikasi. Esensi budaya bukan pada benda, alat atau elemen budaya yang terlihatlainnya namun bagaimana kelompok menginterpretasikan, menggunakan dan merasakannya.

2.2  Unsur-unsur kebudayaan
E.B. Tylor (1832-1917) memandang budaya sebagai kompleksitas hal yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut
Raymond Williams (1921-1988) budaya meliputi meliputi organisasi produksi, struktur keluarga, struktur lembaga yang mengungkapkan atau mengatur hubungan-hubungan sosial, bentuk komunikasi yang khas dalam anggota masyarakat. Menurut Claude Levi-Strauss, kebudayaan harus dipandang dalam konteks teori komunikasi yaitu sebagai keseluruhan sistem simbol (bahasa, kekerabatan, ekonomi, mitos, seni) yang pada berbagai tingkat memungkinkan dan mengatur komunikasi (Cremers, 1997: 147). Hal ini karena manusia adalah homo simbolicum. Kita lihat bahwa budaya diartikan selalu dalam konteks hubungannya sebagai anggota masyarakat. Koentjaraningrat lebih sistematis dalam memerinci unsur-unsur kebudayaan.
Unsur-unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat(2000: 2) adalah sebagai berikut:
1.      Sistem religi dan upacara keagamaan.
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa.
2.      Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.
3.      Sistem pengetahuan
Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula.
4.      Bahasa
Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.
5.      Kesenian
Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.
6.      Sistem mata pencaharian hidup.
Terlahir karena manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin lebih.
7.      Sistem teknologi dan peralatan.
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Secara garis besar unsur-unsur yang berada di urutan bagian atas merupakan unsure yang lebih sukar berubah daripada unsur-unsur di bawahnya. Namun perlu diperhatikan, karena ada kalanya sub unsur dari suatu unsur di bawahnya lebih sukar diubah dari pada sub unsur dari suatu unsur yang tercantum di atasnya. Misalnya sub-sub unsur hukum waris yang merupakan sub unsur dari hukum (bagian dari unsur sistem dan organisasi kemasyarakatan) lebih sukar berubah bila dibandingkan dengan sub-sub unsur arsitektur tempat pemujaan (bagian dari sub unsur prasarana upacara yang menjadi bagian dari sistem religi). Masjid, gereja, tasbih, kitab suci merupakan contoh kongkrit sistem religi dan upacara keagamaan. Ada pembagian warisan di antara keluarga Anda, ada walikota, ada kantor dan tokoh politik, anak SD memakai seragam merah putih yang kesemuanya itu merupakan contoh sistem dan organisasi kemasyarakatan. Buku IPS anak SD, ada orang yang menghitung uang kembalian merupakan contoh kecil dari sistem pengetahuan. Ada orang yang berbahasa Madura, bahasa Jawa dan ada yang berbahasa Indonesia merupakan bagian dari unsur bahasa. Panggung seni, ada lukisan, ada gambar reklame yang indah sebagai perwujudan unsur kesenian. Penjual sayuran, sopir angkot, seorang guru berseragam abu-abu yang memasuki sekolah, remaja yang memakai seragam pertokoan tertentu yang semuanya itu merupakan contoh kongkrit unsur sistem mata pencaharian hidup. Ada komputer, internet, ada cangkul dan sabit, ada Hand Phone merupakan contoh system teknologi dan peralatan.
Unsur-unsur yang diurutkan di atas merupakan unsur budaya yang universal dalam arti ada di manapun, kapan pun dan berlaku pada siapa pun. Artinya di belahan dunia mana pun ada ketujuh unsur itu. Dalam sejarah manusia baik yang primitif maupun yang modern ke tujuh unsur itu berlaku pada siapapun yang dinamakan “manusia”.
2.3  Wujud Kebudayaan
Kalau kita perhatikan definisi budaya seperti diuraikan di atas, maka wujud kebudayaan (Koentjaraningrat, 2000: 5) bisa terdiri dari:
1.      Wujud idiil (adat tata kelakuan) yang bersifat abstrak, tak dapat diraba. Terletak di alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup, yang nampak pada karangan, lagu-lagu. Fungsinya adalah pengatur, penata, pengendali, dan pemberi arah kelakuan manusia dalam masyarakat. Adat terdiri atas beberapa lapisan, yaitu sistem nilai budaya (yang paling abstrak dan luas), system norma-norma (lebih kongkrit), dan peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari (aturan sopan santun) yang paling kongkrit dan terbatas ruang lingkupnya.
2.      Wujud kedua adalah sistem sosial mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang selalu mengikuti pola tertentu. Sifatnya kongkrit, bisa diobservasi.
3.      Wujud ketiga adalah kebudayaan fisik yang bersifat paling kongkrit dan berupa benda yang dapat diraba dan dilihat.
Ketiga wujud dari kebudayaan di atas dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan idiil memberi arah pada perbuatan dan karya manusia. Pikiran atau ide dan karya manusia menghasilkan benda kebudayaan fisik. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pola perbuatan, bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya.
2.4  Budaya dan Lingkungan
Pada dasarnya kita tidak bisa lepas dan terpisah dari lingkungan kita. Pada dasarnya kelompok sosial merupakan kolektivitas manusia yang kurang lebih permanen yang hidup bersama dan berinteraksi dengan berbagai lingkungan yang mengitari dirinya. Kelompok sosial harus bertahan hidup dengan beradaptasi dengan dan mengubah lingkungannya. Pengetahuan, ide, dan ketrampilan yang memungkinkan suatu kelompok untuk bertahan hidup dapat dipandang sebagai program bertahan hidup atau budaya. Keberhasilan bertahan hidup suatu kelompok tergantung pada jenis lingkungan yang dihadapi kelompok.
Pertama, ada lingkungan geografis, atau habitat fisik. Lingkungan ini memberi berbagai keunikan alamiah di mana kelompok sosial itu beradaptasi dengan atau mengubah lewat teknologinya.
Kedua, anggota kelompok sosial harus hidup bersama dan berinteraksi. Kelompok sosial sebagai satu keseluruhan memiliki kelompok lain sebagai tetangga yang akan membentuk lingkungan sosial dengan mana mereka juga berinteraksi. Beberapa dari kelompok ini ada interaksi lokal dan memungkinkan interaksi tatap muka, sedangkan yang lain lebih berjarak. Dalam skala dunia, kelompok sosial utama seperti negara hidup dalam lingkungan sosial regional dan global dan harus beradaptasi dengan negara lain. Bagian budaya sebagian besar tersusun dari semua kebiasaan dan aturan yang memungkinkan semua skala interaksi yang berbeda ini dilakukan.
Ketiga, ada suatu jenis lingkungan yang biasanya kita tidak memikirkannya karena tidak terlihat atau berinteraksi di dalam dunia ini. Namun nyatanya jutaan manusia dan sangat mempengaruhi hidup. Asalnya terletak pada apa yang dipikirkan terhadap dorongan manusia yang mendasar (a basic human drive) atau kebutuhan universal untuk menemukan makna dan penjelasan dalam hidupnya. Satu cara untuk memuaskan kebutuhan akan makna ini adalah mengembangkan keyakinan bahwa hidup ditentukan oleh Sesuatu yang lebih tinggi, yang adanya di luar umat manusia, seperti Tuhan atau hal-hal supernatural lainnya. Tanpa memasukkan lingkungan metafisik dalam pembahasan kita, sulit untuk memahami secara utuh mengapa beberapa kelompok sosial hidup sebagaimana mereka lakukan. Misalnya, suku Baduy di Jawa Barat yang lebih menghargai kakinya untuk diberi bantal ketika sedang tidur daripada kepalanya karena memandang bahwa kaki lebih digunakan untuk menopang seluruh anggota tubuh mereka. Hal esensial tentang praktek ini dan berbagai tempat lain di dunia ini adalah bahwa lingkungan metafisik yang demikian itu nyata bagi yang mempercayainya seperti halnya Allah bagi orang Islam dan Yesus bagi orang Nasrani.

2.5  Budaya dan Non Budaya
Memperhatikan luasnya pengertian budaya di atas, maka pertanyaan selanjutnya adalah apa yang membedakan pengertian antara budaya dan non budaya? Hal-hal yang non budaya mencakup benda yang keberadaannya sudah ada dengan sendirinya atau ciptaan
Tuhan yang tidak/belum mendapat sentuhan aktivitas manusia (benda-benda alamiah seperti batu, pohon, gunung, tanah). Sementara itu, budaya mencakup sesuatu yang keberadaannya sudah mendapat sentuhan tangan manusia, misalnya patung marmer, bonsai, bangunan, aturan makan, dll.Jadi, batu dan kayu dapat dipandang sebagai non budaya bila didapatkan apa adanya sebagai batu gunung dan pepohonan, namun menjadi sebuah benda budaya bila mendapat campur tangan manusia.

2.6  Pranata Kebudayaan
Pranata (institution) yang ada dalam kebudayaan dikelompokkan berdasarkan kebutuhan hidup manusia yang hidup dalam ruang dan waktu. Pengelompokannya (Koentjaraningrat, 2000) adalah sebagai berikut:
1.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan (kinship atau domestic institutions), misalnya perkawinan, pengasuhan anak.
2.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk pencaharian hidup, memproduksi, menimbun dan mendistribusi harta benda (economic institutions), misalnya pertanian, industri, koperasi, pasar.
3.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna (educational institutions), misalnya pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan keagamaan, pers.
4.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, menyelami alam semesta (scientific institutions), misalnya penjelajahan luar angkasa.
5.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan keindahannya dan rekreasi (aesthetic and recreational institutions), misalnya batik, seni suara, seni gerak, seni drama, olahraga.
6.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau dengan alam gaib (religious institutions), misalnya masjid, do’a, kenduri, upacara, pantangan, ilmu gaib.
7.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia (somatic institutions), misalnya perawatan kecantikan, pemeliharaan kesehatan, kedokteran.

(1) simbol-simbol konstitutif yang terbentuk sebagai pembentuk ilmu pengetahuan dan agama; (2) simbol-simbol kognitif yang membentuk ilmu pengetahuan (3) simbol-simbol penilaian moral yang membentuk nilai-nilai dan aturan-aturan; serta (4) simbol-simbol pengungkapan perasaan atau simbol-simbol ekspresif.




DAFTAR PUSTAKA

www://staff.uny.ac.id/sites/files/pendidikan multicultural.pdf. Handout Pendidikan
Multikultural. Diakses pada hari kamis, 5 September 2013
Nizomi.Fahrin, http://id.scribd.com/doc/112275035/Makalah-Hakikat-Kebudayaan-Dan-Manusia-Fix, makalah hakikat kebudayaan dan manusia. Diakses pada hari Kamis, 5 September 2013
http://mikhaeldulas1.blogspot.com/2012/03/hakikat-manusia-dan-kebudayaan.html, Hakikat Manusia Dan Kebudayaan.Diakses pada hari Sabtu, 7 September 2013


http://search.4shared.com/postDownload/SvZK4A3B/makalah_hakekat_manusia_sebaga.html, Makalah Hakikat Manusia sebagai Budaya. Diakses pada hari Sabtu, 7 September 2013

Rabu, 23 November 2016

PEMIKIRAN VOLTAIRE
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Historiogarfi yang dibina oleh Dosen :
Bapak Wahyu Iryana dan Bapak Fajriudin Muttaqin







Disusun oleh :
Muhammad Irham
NIM 1155010066




JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG

2016 M/1438 H

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Historiografi, pada hakikatnya adalah proses penulisan sejarah. Tujuannya untuk merekonstruksi sejarah. Historiografi adalah proses akhir penelitian sejarah, setelah heuristik, kritik, dan interpretasi.
Semua ilmu terus mengalami perkembangan. Seiring dengan kebutuhan manusia, perkembangan ilmu sejalan dengan tuntutan zaman. Sejarah termasuk ilmu, dan segala perngkat didalamnya terus pula berkembang. Historiografi sebagai salah satu kajian dalam ilmu sejarah, telah mengalami beberapa perubahan struktur dan konsep. Secara geohistoris, historiografi Barat terbagi menjadi historiografi Yunani Kuno ; historiografi Romawi ; historiografi Abad Pertengahan ; historiografi zaman Renaissance ; dan historiografi Eropa Modern.
Pada Abad Pertengahan, sejarawan lebih menekankan kontinuitas daripada periodesasi. Mereka cenderung menganggap Abad Pertengahan sebagai kelanjutan Imperium Romawi. Dua nama tokoh pemikir yang terkemuka pada abad ini adalah David Hume dan Francis Marie Arouet, atau lebih dikenal dengan nama Voltaire.[1]
Voltaire merupakan tokoh pertama yang sangat piawai dalam penulisan sejarah baru. Melalui buku berjudul Sejarah Charles XII (terbit 1731), Voltaire berusaha untuk menerangkan karier Raja Swedia dengan meneliti watak pribadinya. Ia seorang ahli sejarah yang serius dan berkemampuan sangat baik. Salah satu karya terpentingnya adalah Essays on the Manners and Spirit of the Nations. Buku ini berbeda dengan buku sejarah sebelumnya karena dua segi: (1) Eropa hanyalah bagian kecil dari dunia secara keseluruhan. (2) sejarah kebudayaan itu jauh lebih penting daripada sejarah politik. Berangkat dari fakta ini, penulis berniat menyajikan studi kritis atas karya-karya Voltaire agar dapat disimpulkan bagaimana pemikiran Voltaire.




1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pemikiran Voltaire?
1.3 Tujuan
1.      Memahami pemikiran Voltaire.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pemikiran Voltaire
François-Marie Arouet (lahir 21 November 1694 – meninggal 30 Mei 1778 pada umur 83 tahun), lebih dikenal dengan nama penanya Voltaire, adalah penulis dan filsuf Perancis pada Era Pencerahan. Voltaire dikenal tulisan filsafatnya yang tajam, dukungan terhadap hak-hak manusia, dan kebebasan sipil, termasuk kebebasan beragama dan hak mendapatkan pengadilan yang patut (Inggris: fair trial). Ia adalah pendukung vokal terhadap reformasi sosial walaupun Perancis saat itu menerapkan aturan sensor ketat dan ancaman hukuman yang keras bagi pelanggarnya. Ia sering menggunakan karyanya untuk mengkritik dogma gereja dan institusi Perancis pada saat itu.[2]
Selama Abad Pencerahan, Voltaire termasuk filsuf yang paling masyhur. Ia menghasilkan banyak sekali karya. Ia peka terhadap gagasan-gagasan yang tersebar di zamannya. Ia juga pandai mengungkapkan gagasan demi mencapai tujuannya. Banyak sekali pengetahuan yang ia pelajari, antara lain sastra, sejarah, filsafat, kesenian, hukum, dan politik. Karena pengetahuannya yang banyak itu, tulisan-tulisan yang ia hasilkan tidak terlalu dalam.[3]
Karya Voltaire memiliki ciri sebagi berikut:
a.       Kosmopolitan, yaitu pandangannya yang luas dan tidak terikat pada suatu tempat, bangsa atau suku bangsa tertentu.
b.   Universal, yang berarti membicarakan atau membahas manusia secara umum. Gambaran manusia menurut kaum rasionalis (yang sekaligus humanis) adalah bahwa hanya ada satu manusia tanpa perlu membedakan ras maupun kebudayaannya. Kaum rasionalis juga menghendaki agar seluruh umat manusia menjalin suatu persaudaraan yang besar.
c.     Tidak disusun secara kronologis, akan tetapi bersifat tematis, yaitu berisi gambaran gaya hidup atau peradaban manusia yang merupakan trend baru dalam historiografi Eropa pada waktu itu.
d.  Bahan-bahan yang dipergunakan untuk menyusun karyanya diperoleh dari karangan atau tulisan-tulisan etnografis, kisah-kisah perjalanan yang dibuat oleh para petualang penjelajah dunia seperti Marco Polo.[4]

Sehingga pemikiran-pemikiran Voltaire dapat dirangkum menjadi:
a.       a. Kebebasan (liberty)
Bahasan paling utama disini adalah konsepsi Voltaire tentang kebebasan. Gagasan pokok yang dikemukannya adalah mutlaknya jaminan kebebasan bicara dan kebebasan pers.[5] Pada 1734, setelah menuai kontroversi lewat philosophiques Lettres, Voltaire menulis, walau tidak selesai di Cirey, Traité de metaphysique yang mengeksplorasi kebutuhan akan kebebasan manusia dalam hal filosofis. Tema yang menjadi pusat diskusi filosofis Eropa pada saat itu. Karya  Voltaire merujuk pada pemikir seperti Hobbes dan Leibniz seputar materialisme, determinisme, dan tujuan takdir, juga tokoh-tokoh seperti John Toland dan Anthony Collins. Perdebatan besar antara Samuel Clarke dan Leibniz atas prinsip-prinsip filsafat alam Newtonian juga mempengaruhi  Voltaire saat ia berjuang untuk memahami sifat eksistensi manusia dan etika dalam kosmos dengan prinsip-prinsip rasional dan hukum impersonal.[6]
Voltaire disini  mengambil posisi diantara determinisme ketat materialis rasionalis dan spiritualisme transenden dan voluntarisme teologi Kristen kontemporer. Bagi Voltaire, manusia bukanlah mesin deterministik materi dan gerak, dan dengan demikian berhendak bebas. Tetapi manusia juga makhluk alam yang diatur oleh hukum-hukum alam tak terhindarkan, yang etikanya seputar  tindakan yang baik dan buruk ditentukan oleh cahaya iman dalam dirinya. Menurut Voltaire, para pemikir bisa saja mencapai pemahaman sempurna dan mendapatkan kebebasan tanpa batas dengan sendirinya. Tetapi karena sebagian besar orang tidak berbekal pengetahuan, kontrol diri, dan agama yang cukup, merupakan jaminan perlunya keteraturan sosial.

b.      b. Hedonisme
Gagasan Voltaire mengenai kebebasan turut membangun moralitas hedonistik miliknya. Melalui salah satu puisinya, Voltaire merefleksikan erotisme dan budaya kebebasan di masa itu. Ia turut berkontribusi bagi filsafat liberalis dan hedonis lewat selebrasinya terhadap kebebasan moral.
Etika hedonistik yang sama juga mempengaruhi perkembangan ekonomi liberal selama  Era Pencerahan. Perdebatan mengenai kemewahan dan kemakmuran ekonomi di Prancis menarik perhatian Voltaire. Pada rentang 1730-an, ia menyusun sebuah puisi berjudul Le mondain yang mendukung hidup duniawi hedonistik sebagai kekuatan positif bagi masyarakat, dan bukan sebagai unsur yang merusak moralitas seperti yang dipercayai kaum Kristen tradisionalis. Dalam Essay sur les moeurs ia juga bergabung dengan sejarawan Abad Pencerahan demi mengapresiasi perdagangan dalam memajukan kemajuan peradaban. Adam Smith terkenal akan argumen serupa di lembaga pers yang didirikannya,Wealth of Nations, yang diterbitkan pada tahun 1776. Voltaire tentu saja tidak punya kontribusi besar untuk ilmu ekonomi Smith, tapi dia memberikan kontribusi pada kampanye filosofis yang lebih luas yang membuat konsep kebebasan dan moralitas hedonistik menyebar secara luas dan diterima secara umum.[7]

c.       c. Agama
Menurut Voltaire, Agama Alamiah yang memenuhi tuntutan akal ialah ketika orang mengasihi Allah dan berbuat adil serta berniat baik terhadap sesamanya sebagaimana terhadap saudaranya sendiri. Tuntutan-tuntutan kesusilaan yang mengenai keadilan dan kebijakantidak tergantung pada pandangan-pandangan metafisis atau teologis. Hukum kesusilaan bukanlah suatu keseluruhan peraturan-peraturan yang dibawa orang sejak lahir melainkan suatu keseluruhan peraturan yang bersifat abadi dan tidak berubah disegala jaman dan bertempat di mana saja. Isi hukum kesusilaan adalah:”Hidup seperti yang kamu inginkan telah kamu lakukan pada saat kamu mati dan berbuatlah terhadap sesamamu seperti yang kamu inginkan ia berbuat terhadapmu.” Agam mencakup kepastian tentang adanya Allah. Bahwa Allah ada, hal itu dapat dibela terhadap Ateisme dengan alasan-alasan yang sekali dan semata-mata bersifat alamiah. Penyusunan alam semesta dan peraturan-peraturan umum dari kejadian-kejadian alamiah mengajarkan kepada kita adanya pekerja yang tertinggi, yang menciptakan segalanya, yaitu Allah. Akan tetapi kita tidak tahu apa-apa tentang hakekat dan sifat-sifat Allah ini. Arti kepercayaan kepada Allah ialah untuk menjadikan manusia merasa terikat kepada Allah oleh suatu kewajiban untuk menyembah dan mengasihi-Nya serta mengharapkan balasan yang adil dari-Nya mengenai kebaikan dan kejahatan, sekalipun kewajiban itu baru diketahuinya secara samar-samar.[8]
Voltaire mengemukakan bahwa bila manusia ingin merdeka dan terbebas dari dari kungkungan, ia harus melawan segala bentuk dominasi dan pengaruh agama Kristen dan gereja. Bagi Voltaire, sumber segala kejahatan dan bencana kemanusiaan di dunia adalah agama yang terorganisir (the root of all evil in the world was organized religion). Agamalah yang memaksa manusia untuk mempercayai, absurditas, keyakinan supranatural yang tidak masuk akal, dan berbuat sesuatu atas nama kehendak Tuhan. Voltaire percaya bahwa semua agama berakar dari ketakutan manusia terhadap kekuatan misterius dari alam. Rasa ketakutan ini dimanfaatkan oleh pendeta yang merasa dirinya telah menemukan Tuhan-pengontrol semua kekuatan itu. Perintah dan nasihat si pendeta harus dituruti jika manusia ingin selamat.[9]
Voltaire menyerang semua agama, terutama Katolik. Ia menilai Katolik sebagai agama terburuk dari semua agama wahyu. Teologi dianggap sebagai “logika tanpa penalaran”.

d.     d.  Tahayul
Sebagai tokoh penyebar pencerahan, ia mengkritik keberadaan dan kebenaran tahayul. Orang yang percaya akan tahayul telah timbul dalam paganisme, tahyul ini kemudian diambil oleh agama Yahudi dan menjangkiti Gereja Kristen sejak Jaman Klasik. Semua Bapak Gereja, tanpa terkecuali, percaya akan kekuatan ilmu sihir. Gereja sendiri selalu mengutuk ilmu sihir, namun demikian Gereja tetap percaya akan hal itu. Gereja tidak mengusir tukang ilmu sihir sebagai orang-orang gila yang sesat jalan, melainkan sebagai orang-orang yang dalam kenyataannya mengadakan hubungan dengan setan. Dewasa ini sebagian masyarakat Eropa masih ada yang mempercayai terhadap keberadaan ilmu sihir. Voltaire, sebagai tokoh yang beraliran Protestan, menganggap patung suci, pengampunan, semedi, doa-doa bagi orang yang meninggal, air suci dan semua upacara dari Gereja Roma sebagai kelemahan jiwa yang percaya akan tahayul. Menurut Voltaire, tahayul mengandung unsur-unsur yang menganggap pekerjaan yang sia-sia sebagai pekerjaan-pekerjaan yang penting-penting. Masalah tahayul sampai dewasa ini masih dalam perdebatan. Kita sangat sulit untuk memberikan definisi atau batas-batas pengertian tahyul. Berbagai pemuka agama, seperti Uskup dari Canterbury dan Uskup dari Paris percaya akan tahayul. Oleh karenanya, para jemaat Kristen tidak seorang pun yang sepaham akan apa yang dimaksudkan dengan pengertian tahayul.

e.       e. Sejarah
Pemikiran Voltaire sendiri tentang sejarah, sejarah dipandang sebagai suatu proses yang membimbing manusia sampai kesempurnaannya, sehingga setiap epos kerja akan lebih sempurna dari yang dahulu. Maksud dan tujuan sejarah adalah untuk memperbaiki keadaan manusia berkat akal budi dan menjadikan manusia lebih kurang bodoh, melainkan lebih baik dan lebih bahagia. Ide ini kemudian diikuti dan dikembangkan oleh para filsuf generasi berikutnya sebagai faham optimistisme. Menurut faham ini untuk memperbaiki manusia melalui akal budinya saja. Menurut Voltaire: manusia adalah baik pada asalnya, haruslah saja diberikan kepadanya pendidikan dan pengetahuan yang cukup, lalu segala-gala akan beres dan dunia ini menjadi suatu tempat yang baik dan peperangan di antara Negara masing-masing tidak ada lagi.
Akal budi manusia yang terpengaruh dan terpelajar dalam prinsip-prinsip ilmu alam dan pasti selalu berusaha untuk menyelidiki keadaan dan sebab yang boleh membantu bagi kemajuan dan kemakmuran. Akal budi yang demikian itu memeriksa iklim, tanah, dan syarat hidup manusia, adat istiadat, pakaian, dan lain-lain untuk mengerti bagaimana mereka dan untung ruginya untuk umat manusia. Dari pendapat dan pandangan diperkirakan segala kejadian sejarah, maksudnya untuk mengetahui, sejauh mana mereka berguna untuk manusia atau manusia menjadi lebih berbahagia berkat mereka sendiri.
Voltaire melihat sejarah dan institusi sosial dengan masyarakatnya, semata-mata dari sudut intelektual dan kaum borjuis, sehingga ia mengecam Abad Pertengahan. Voltaire juga berpendapat Tuhan telah menarik diri dari pengaturan sejarah, mungkin Tuhan masih mengaturnya, namun tidak ikut campur dalam proses sejarah. Menurut Voltaire, tujuan dari sejarah itu ditentukan oleh akal manusia, akal berperan menentukan jalan sejarah. Perkembangan proses sejarah manusia dalam mencapai kebahagiaan itu ditentukan oleh akal manusia.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
François-Marie Arouet atau Voltaire merupakan filsuf yang masyhur di Abad Pencerahan. Voltaire dikenal tulisan filsafatnya yang tajam, dukungan terhadap hak-hak manusia, dan kebebasan sipil. Pemikiran-pemikiran Voltaire dapat dirangkum menjadi : (1) Kebebasan, (2) hedonisme, (3) agama, (4) tahayul, dan (5) sejarah.  


DAFTAR PUSTAKA

Iryana, Wahyu. 2014. Historiografi Barat. Bandung: Humaniora.
Hadiwijono, Harun.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

riandonok.blogspot.com
id.wikipedia.org/wiki/Voltaire


[1] Wahyu Iryana, Historiografi Barat, Bandung: Humaniora, 2014, hlm. 107
[2] id.wikipedia.org/wiki/Voltaire diakses pada 26/10/2016
[3] Wahyu Iryana, Historiografi Barat, Bandung: Humaniora, 2014, hlm. 118
[4] riandonok.blogspot.com diakses 28/10/2016
[5] Ibid. hlm. 120
[7] Ibid
[8] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2. 1980 (Yogyakarta: Yayasan Kanisius). hlm. 58
[9] Wahyu Iryana, Op. Cit.