Rabu, 23 November 2016

PEMIKIRAN VOLTAIRE
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Historiogarfi yang dibina oleh Dosen :
Bapak Wahyu Iryana dan Bapak Fajriudin Muttaqin







Disusun oleh :
Muhammad Irham
NIM 1155010066




JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG

2016 M/1438 H

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Historiografi, pada hakikatnya adalah proses penulisan sejarah. Tujuannya untuk merekonstruksi sejarah. Historiografi adalah proses akhir penelitian sejarah, setelah heuristik, kritik, dan interpretasi.
Semua ilmu terus mengalami perkembangan. Seiring dengan kebutuhan manusia, perkembangan ilmu sejalan dengan tuntutan zaman. Sejarah termasuk ilmu, dan segala perngkat didalamnya terus pula berkembang. Historiografi sebagai salah satu kajian dalam ilmu sejarah, telah mengalami beberapa perubahan struktur dan konsep. Secara geohistoris, historiografi Barat terbagi menjadi historiografi Yunani Kuno ; historiografi Romawi ; historiografi Abad Pertengahan ; historiografi zaman Renaissance ; dan historiografi Eropa Modern.
Pada Abad Pertengahan, sejarawan lebih menekankan kontinuitas daripada periodesasi. Mereka cenderung menganggap Abad Pertengahan sebagai kelanjutan Imperium Romawi. Dua nama tokoh pemikir yang terkemuka pada abad ini adalah David Hume dan Francis Marie Arouet, atau lebih dikenal dengan nama Voltaire.[1]
Voltaire merupakan tokoh pertama yang sangat piawai dalam penulisan sejarah baru. Melalui buku berjudul Sejarah Charles XII (terbit 1731), Voltaire berusaha untuk menerangkan karier Raja Swedia dengan meneliti watak pribadinya. Ia seorang ahli sejarah yang serius dan berkemampuan sangat baik. Salah satu karya terpentingnya adalah Essays on the Manners and Spirit of the Nations. Buku ini berbeda dengan buku sejarah sebelumnya karena dua segi: (1) Eropa hanyalah bagian kecil dari dunia secara keseluruhan. (2) sejarah kebudayaan itu jauh lebih penting daripada sejarah politik. Berangkat dari fakta ini, penulis berniat menyajikan studi kritis atas karya-karya Voltaire agar dapat disimpulkan bagaimana pemikiran Voltaire.




1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pemikiran Voltaire?
1.3 Tujuan
1.      Memahami pemikiran Voltaire.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pemikiran Voltaire
François-Marie Arouet (lahir 21 November 1694 – meninggal 30 Mei 1778 pada umur 83 tahun), lebih dikenal dengan nama penanya Voltaire, adalah penulis dan filsuf Perancis pada Era Pencerahan. Voltaire dikenal tulisan filsafatnya yang tajam, dukungan terhadap hak-hak manusia, dan kebebasan sipil, termasuk kebebasan beragama dan hak mendapatkan pengadilan yang patut (Inggris: fair trial). Ia adalah pendukung vokal terhadap reformasi sosial walaupun Perancis saat itu menerapkan aturan sensor ketat dan ancaman hukuman yang keras bagi pelanggarnya. Ia sering menggunakan karyanya untuk mengkritik dogma gereja dan institusi Perancis pada saat itu.[2]
Selama Abad Pencerahan, Voltaire termasuk filsuf yang paling masyhur. Ia menghasilkan banyak sekali karya. Ia peka terhadap gagasan-gagasan yang tersebar di zamannya. Ia juga pandai mengungkapkan gagasan demi mencapai tujuannya. Banyak sekali pengetahuan yang ia pelajari, antara lain sastra, sejarah, filsafat, kesenian, hukum, dan politik. Karena pengetahuannya yang banyak itu, tulisan-tulisan yang ia hasilkan tidak terlalu dalam.[3]
Karya Voltaire memiliki ciri sebagi berikut:
a.       Kosmopolitan, yaitu pandangannya yang luas dan tidak terikat pada suatu tempat, bangsa atau suku bangsa tertentu.
b.   Universal, yang berarti membicarakan atau membahas manusia secara umum. Gambaran manusia menurut kaum rasionalis (yang sekaligus humanis) adalah bahwa hanya ada satu manusia tanpa perlu membedakan ras maupun kebudayaannya. Kaum rasionalis juga menghendaki agar seluruh umat manusia menjalin suatu persaudaraan yang besar.
c.     Tidak disusun secara kronologis, akan tetapi bersifat tematis, yaitu berisi gambaran gaya hidup atau peradaban manusia yang merupakan trend baru dalam historiografi Eropa pada waktu itu.
d.  Bahan-bahan yang dipergunakan untuk menyusun karyanya diperoleh dari karangan atau tulisan-tulisan etnografis, kisah-kisah perjalanan yang dibuat oleh para petualang penjelajah dunia seperti Marco Polo.[4]

Sehingga pemikiran-pemikiran Voltaire dapat dirangkum menjadi:
a.       a. Kebebasan (liberty)
Bahasan paling utama disini adalah konsepsi Voltaire tentang kebebasan. Gagasan pokok yang dikemukannya adalah mutlaknya jaminan kebebasan bicara dan kebebasan pers.[5] Pada 1734, setelah menuai kontroversi lewat philosophiques Lettres, Voltaire menulis, walau tidak selesai di Cirey, Traité de metaphysique yang mengeksplorasi kebutuhan akan kebebasan manusia dalam hal filosofis. Tema yang menjadi pusat diskusi filosofis Eropa pada saat itu. Karya  Voltaire merujuk pada pemikir seperti Hobbes dan Leibniz seputar materialisme, determinisme, dan tujuan takdir, juga tokoh-tokoh seperti John Toland dan Anthony Collins. Perdebatan besar antara Samuel Clarke dan Leibniz atas prinsip-prinsip filsafat alam Newtonian juga mempengaruhi  Voltaire saat ia berjuang untuk memahami sifat eksistensi manusia dan etika dalam kosmos dengan prinsip-prinsip rasional dan hukum impersonal.[6]
Voltaire disini  mengambil posisi diantara determinisme ketat materialis rasionalis dan spiritualisme transenden dan voluntarisme teologi Kristen kontemporer. Bagi Voltaire, manusia bukanlah mesin deterministik materi dan gerak, dan dengan demikian berhendak bebas. Tetapi manusia juga makhluk alam yang diatur oleh hukum-hukum alam tak terhindarkan, yang etikanya seputar  tindakan yang baik dan buruk ditentukan oleh cahaya iman dalam dirinya. Menurut Voltaire, para pemikir bisa saja mencapai pemahaman sempurna dan mendapatkan kebebasan tanpa batas dengan sendirinya. Tetapi karena sebagian besar orang tidak berbekal pengetahuan, kontrol diri, dan agama yang cukup, merupakan jaminan perlunya keteraturan sosial.

b.      b. Hedonisme
Gagasan Voltaire mengenai kebebasan turut membangun moralitas hedonistik miliknya. Melalui salah satu puisinya, Voltaire merefleksikan erotisme dan budaya kebebasan di masa itu. Ia turut berkontribusi bagi filsafat liberalis dan hedonis lewat selebrasinya terhadap kebebasan moral.
Etika hedonistik yang sama juga mempengaruhi perkembangan ekonomi liberal selama  Era Pencerahan. Perdebatan mengenai kemewahan dan kemakmuran ekonomi di Prancis menarik perhatian Voltaire. Pada rentang 1730-an, ia menyusun sebuah puisi berjudul Le mondain yang mendukung hidup duniawi hedonistik sebagai kekuatan positif bagi masyarakat, dan bukan sebagai unsur yang merusak moralitas seperti yang dipercayai kaum Kristen tradisionalis. Dalam Essay sur les moeurs ia juga bergabung dengan sejarawan Abad Pencerahan demi mengapresiasi perdagangan dalam memajukan kemajuan peradaban. Adam Smith terkenal akan argumen serupa di lembaga pers yang didirikannya,Wealth of Nations, yang diterbitkan pada tahun 1776. Voltaire tentu saja tidak punya kontribusi besar untuk ilmu ekonomi Smith, tapi dia memberikan kontribusi pada kampanye filosofis yang lebih luas yang membuat konsep kebebasan dan moralitas hedonistik menyebar secara luas dan diterima secara umum.[7]

c.       c. Agama
Menurut Voltaire, Agama Alamiah yang memenuhi tuntutan akal ialah ketika orang mengasihi Allah dan berbuat adil serta berniat baik terhadap sesamanya sebagaimana terhadap saudaranya sendiri. Tuntutan-tuntutan kesusilaan yang mengenai keadilan dan kebijakantidak tergantung pada pandangan-pandangan metafisis atau teologis. Hukum kesusilaan bukanlah suatu keseluruhan peraturan-peraturan yang dibawa orang sejak lahir melainkan suatu keseluruhan peraturan yang bersifat abadi dan tidak berubah disegala jaman dan bertempat di mana saja. Isi hukum kesusilaan adalah:”Hidup seperti yang kamu inginkan telah kamu lakukan pada saat kamu mati dan berbuatlah terhadap sesamamu seperti yang kamu inginkan ia berbuat terhadapmu.” Agam mencakup kepastian tentang adanya Allah. Bahwa Allah ada, hal itu dapat dibela terhadap Ateisme dengan alasan-alasan yang sekali dan semata-mata bersifat alamiah. Penyusunan alam semesta dan peraturan-peraturan umum dari kejadian-kejadian alamiah mengajarkan kepada kita adanya pekerja yang tertinggi, yang menciptakan segalanya, yaitu Allah. Akan tetapi kita tidak tahu apa-apa tentang hakekat dan sifat-sifat Allah ini. Arti kepercayaan kepada Allah ialah untuk menjadikan manusia merasa terikat kepada Allah oleh suatu kewajiban untuk menyembah dan mengasihi-Nya serta mengharapkan balasan yang adil dari-Nya mengenai kebaikan dan kejahatan, sekalipun kewajiban itu baru diketahuinya secara samar-samar.[8]
Voltaire mengemukakan bahwa bila manusia ingin merdeka dan terbebas dari dari kungkungan, ia harus melawan segala bentuk dominasi dan pengaruh agama Kristen dan gereja. Bagi Voltaire, sumber segala kejahatan dan bencana kemanusiaan di dunia adalah agama yang terorganisir (the root of all evil in the world was organized religion). Agamalah yang memaksa manusia untuk mempercayai, absurditas, keyakinan supranatural yang tidak masuk akal, dan berbuat sesuatu atas nama kehendak Tuhan. Voltaire percaya bahwa semua agama berakar dari ketakutan manusia terhadap kekuatan misterius dari alam. Rasa ketakutan ini dimanfaatkan oleh pendeta yang merasa dirinya telah menemukan Tuhan-pengontrol semua kekuatan itu. Perintah dan nasihat si pendeta harus dituruti jika manusia ingin selamat.[9]
Voltaire menyerang semua agama, terutama Katolik. Ia menilai Katolik sebagai agama terburuk dari semua agama wahyu. Teologi dianggap sebagai “logika tanpa penalaran”.

d.     d.  Tahayul
Sebagai tokoh penyebar pencerahan, ia mengkritik keberadaan dan kebenaran tahayul. Orang yang percaya akan tahayul telah timbul dalam paganisme, tahyul ini kemudian diambil oleh agama Yahudi dan menjangkiti Gereja Kristen sejak Jaman Klasik. Semua Bapak Gereja, tanpa terkecuali, percaya akan kekuatan ilmu sihir. Gereja sendiri selalu mengutuk ilmu sihir, namun demikian Gereja tetap percaya akan hal itu. Gereja tidak mengusir tukang ilmu sihir sebagai orang-orang gila yang sesat jalan, melainkan sebagai orang-orang yang dalam kenyataannya mengadakan hubungan dengan setan. Dewasa ini sebagian masyarakat Eropa masih ada yang mempercayai terhadap keberadaan ilmu sihir. Voltaire, sebagai tokoh yang beraliran Protestan, menganggap patung suci, pengampunan, semedi, doa-doa bagi orang yang meninggal, air suci dan semua upacara dari Gereja Roma sebagai kelemahan jiwa yang percaya akan tahayul. Menurut Voltaire, tahayul mengandung unsur-unsur yang menganggap pekerjaan yang sia-sia sebagai pekerjaan-pekerjaan yang penting-penting. Masalah tahayul sampai dewasa ini masih dalam perdebatan. Kita sangat sulit untuk memberikan definisi atau batas-batas pengertian tahyul. Berbagai pemuka agama, seperti Uskup dari Canterbury dan Uskup dari Paris percaya akan tahayul. Oleh karenanya, para jemaat Kristen tidak seorang pun yang sepaham akan apa yang dimaksudkan dengan pengertian tahayul.

e.       e. Sejarah
Pemikiran Voltaire sendiri tentang sejarah, sejarah dipandang sebagai suatu proses yang membimbing manusia sampai kesempurnaannya, sehingga setiap epos kerja akan lebih sempurna dari yang dahulu. Maksud dan tujuan sejarah adalah untuk memperbaiki keadaan manusia berkat akal budi dan menjadikan manusia lebih kurang bodoh, melainkan lebih baik dan lebih bahagia. Ide ini kemudian diikuti dan dikembangkan oleh para filsuf generasi berikutnya sebagai faham optimistisme. Menurut faham ini untuk memperbaiki manusia melalui akal budinya saja. Menurut Voltaire: manusia adalah baik pada asalnya, haruslah saja diberikan kepadanya pendidikan dan pengetahuan yang cukup, lalu segala-gala akan beres dan dunia ini menjadi suatu tempat yang baik dan peperangan di antara Negara masing-masing tidak ada lagi.
Akal budi manusia yang terpengaruh dan terpelajar dalam prinsip-prinsip ilmu alam dan pasti selalu berusaha untuk menyelidiki keadaan dan sebab yang boleh membantu bagi kemajuan dan kemakmuran. Akal budi yang demikian itu memeriksa iklim, tanah, dan syarat hidup manusia, adat istiadat, pakaian, dan lain-lain untuk mengerti bagaimana mereka dan untung ruginya untuk umat manusia. Dari pendapat dan pandangan diperkirakan segala kejadian sejarah, maksudnya untuk mengetahui, sejauh mana mereka berguna untuk manusia atau manusia menjadi lebih berbahagia berkat mereka sendiri.
Voltaire melihat sejarah dan institusi sosial dengan masyarakatnya, semata-mata dari sudut intelektual dan kaum borjuis, sehingga ia mengecam Abad Pertengahan. Voltaire juga berpendapat Tuhan telah menarik diri dari pengaturan sejarah, mungkin Tuhan masih mengaturnya, namun tidak ikut campur dalam proses sejarah. Menurut Voltaire, tujuan dari sejarah itu ditentukan oleh akal manusia, akal berperan menentukan jalan sejarah. Perkembangan proses sejarah manusia dalam mencapai kebahagiaan itu ditentukan oleh akal manusia.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
François-Marie Arouet atau Voltaire merupakan filsuf yang masyhur di Abad Pencerahan. Voltaire dikenal tulisan filsafatnya yang tajam, dukungan terhadap hak-hak manusia, dan kebebasan sipil. Pemikiran-pemikiran Voltaire dapat dirangkum menjadi : (1) Kebebasan, (2) hedonisme, (3) agama, (4) tahayul, dan (5) sejarah.  


DAFTAR PUSTAKA

Iryana, Wahyu. 2014. Historiografi Barat. Bandung: Humaniora.
Hadiwijono, Harun.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

riandonok.blogspot.com
id.wikipedia.org/wiki/Voltaire


[1] Wahyu Iryana, Historiografi Barat, Bandung: Humaniora, 2014, hlm. 107
[2] id.wikipedia.org/wiki/Voltaire diakses pada 26/10/2016
[3] Wahyu Iryana, Historiografi Barat, Bandung: Humaniora, 2014, hlm. 118
[4] riandonok.blogspot.com diakses 28/10/2016
[5] Ibid. hlm. 120
[7] Ibid
[8] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2. 1980 (Yogyakarta: Yayasan Kanisius). hlm. 58
[9] Wahyu Iryana, Op. Cit.

1 komentar:

  1. The Best Sports Betting Apps On The App Store
    Top rated Sports Betting Apps On The App Store. Discover the best Sports Betting Apps and see if you like it. youtube to mp3 Check out the app reviews and

    BalasHapus